Artikel ini ditulis oleh Indro Tjahjono, Pengamat Politik.
Dugaan bahwa aliran dana dari oligarki minyak goreng (migor) yang digunakan untuk membiayai kegiataan penundaan pemilu sulit dibuktikan secara hukum.
Tapi melalui analisis logis deskriptis dan diagnostik, hal itu bisa dijelaskan. Syaratnya kita harus menetapkan statement dulu bahwa Indonesia “lebih tepat disebut negara kekuasaan (machtstaat) daripada negara hukum (rechtstaat)“.
Bukti yang nyata bahwa kita bukan negara hukum adalah bagaimana polisi menangani kasus pembegalan di Lombok Barat.
Bagaimana bisa “korban begal dijadikan tersangka”, walau seharusnya dalam tahap penyelidikan bisa dijadikan saksi.
Kedua, adalah pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang mengatakan bahwa semua produk hukum bisa diubah kecuali Kitab Suci.
Pada masa Suharto, semua orang tidak percaya bahwa KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) benar-benar ada sampai Dorojatun Kuncoroyakti dalam
meraih gelar doktornya (Ph.D.) pada tahun 1980 menulis disertasi berjudul “Political Economy: The Case on Indonesia under the New Order, 1966-1980”.
Pembuktian ini diperkuat oleh buku “Indonesia: The Rise of Capital” yang ditulis Richard Robinson.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) siapa yang percaya praktek KKN masih berjalan.
Tetapi pikiran publik itu terhenti setelah George Aditjondro menerbitkan buku “Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century”.
Isi-isi buku itu sebenarnya hanya memperkuat adanya sisi gelap di balik kekuasaan.
Seperti juga yang diuraikan dalam buku “The Dark Side of Power: The Dark Triad in Opportunistic Decision” karangan Márcia Figueredo D’Souza dan Gerlando Augusto Sampaio Franco.
Tidak ada pemimpin yang suci walau dipilih oleh orang-orang suci. Apalagi jika seorang pengusaha sekaligus juga mendapat posisi sebagai penguasa.
Karena itu tugas pemimpin di samping menjadi pemimpin adalah mengatasi sisi gelap dari kekuasaan itu.
Hal itu disarankan oleh buku berjudul “Overcoming the Dark Side of Leadership: How to Become an Effective Leader by Confronting Potential Failures” yang ditulis Gary L Mcintosh & Samuel d Rima.
Sisi-sisi gelap kekuasaan inilah yang membuat penguasa tidak mengajak pendukungnya yang kritis dalam pemerintahan, baik relawan maupun aktivis.
Yang terlibat dalam pemerintah adalah orang-orang yang bisa diajak dan menolerir permainan kotor di balik kekuasaan presiden.
Pernyataan Masinton anggota DPR dari Fraksi PDIP yang menuduh bahwa keuntungan dari ekspor minyak goreng digunakan untuk membiayai upaya penundaan pemilu, dalam konteks “the darkside of power“, itu persoalan kecil.
Kalau kasus Bank Century sepenuhnya benar, ini merupakan megaskandal yang lebih sofistikasi, apalagi yang dirampok adalah uang negara.
Kalau yang dilakukan oleh mafia minyak goreng adalah menyisihkan keuntungan dari perdagangan publik.
Walau kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng, menurut hukum ekonomi kinetik, memberi beban kepada rakyat yang nilainya sama dengan keuntungan yang diterima para mafia minyak goreng.
[***]