KedaiPena.Com – Tokoh Islam Prof M Din Syamsuddin mengaku, prihatin dengan tuduhan radikal terhadap umat Islam melalui sejumlah figur yang dangan gencar. Din begitu ia disapa menegaskan, jika tuduhan ini tidak beralasan dan kebablasan.
“Tuduhan-tuduhan itu tidak tepat dan mengada-ada. Seandainya umat Islam radikal atau penganut radikalisme (khususnya politik) maka tidak akan ada Negara Pancasila. Justru karena kenegarawanan dan toleransi tinggi para tokoh Islam maka Negara Pancasila ada,” kata Din dalam keterangan tertulis, Kamis, (6/5/2021).
Din menegaskan, jika Republik Indonesia ada karena kerelaan hati 73 Kesultanan/Kerajaan Islam dari Aceh hingga Tidore yang mengintegrasikan diri ke dalam negara bangsa dengn syarat mampu mewujudkan kesejahteraan.
“Begitu pula, tidak akan ada stabiltas Indonesia jika umat Islam tidak toleran. Justeru karena toleransi tinggi umat Islam maka kerukunan nasional relatif baik selama ini,” papar Din.
Din menambahkan, tuduhan radikal terhadap umat Islam adalah gerak politik dari “musuh politik umat Islam”. Gerak politik ini dapat didorong oleh beberapa sebab.
“Pertama, hal ini boleh jadi karena ketakutan terhadap kebangkitan umat Islam sehingga mereka memandang perlu melakukan preemptive action atau aksi yang mendahului. Ini adalah cara yang sering dilakukan oleh Kaum Komunis,” ungkap Din.
Kedua, lanjut Din, tuduhan itu dilakukan dalam rangka mematikan langkah kelompok Islam dalam arena politik, sehingga mereka dapat berkuasa atau melanggengkan kekuasaan.
“Kelompok ini sebenarnya takut terhadap potensi besar umat Islam dalam politik, tapi mereka juga mengetahui cara untuk melemahkannya,” ujar Din.
Sedangkan yang ketiga, papar Din, tuduhan itu merupakan bagian dari skenario global yang bersekongkol dengan komrad-komradnya di dalam negeri yang sama-sama khawatir akan kebangkitan gerakan populisme Islam di Indonesia.
“Cara yang biasa mereka lakukan adalah politik kolonial divide et empera atau politik adu domba. Memang kelemahan umat Islam adalah sulit bersatu,” beber Din.
Guru besar politik UIN ini menegaskan, tuduhan radikal terhadap umat Islam dapat ditengarai datang dari kelompok-kelompok yang memiliki kekuasaan (the ruling groups).
Ia menilai, kelompok tersebut merasa mampu dan perlu menggembosi kekuatan umat Islam. Hal ini dapat dipirsa muncul dalam bentuk penuduhan yang berujung pada penangkapan dan pemenjaraan.
“Juga ada modus lain yaitu menjerat figur-figur tertentu dengan alasan-alasan yg absurd. Hal ini pernah terjadi pada Era Soekarno dengan dipenjarakannya sejumlah tokoh Islam. Pada Era Orde Baru, kalangan Islam dituduh sebagai Ekstrim Kanan dan Anti Pancasila, walau Pemerintah Orde Baru kemudian sadar bahkan Soeharto menampilkan pembelaan terhadap umat Islam,” papar Din.
Din menambahkan, pada era Prsiden Jokowi tuduhan radikal terhadap kalangan Islam terkesan berlangsung sistematis, masif, terstruktur, dan berani.
Bahkan, tuduhan-tuduhan itu dilakukan oleh orang perorang yang dengan sombong dan berani menghina dan menistakan lambang-lambang Islam. Sayangnya terhadap pelakunya negara tidak selalu hadir, bahkan terkesan tidak adil.
“Ada yang mencurigai dengan patut menduga bahwa tuduhan radikal terhadap kalangan Islam itu merupakan bagian dari sebuah operasi yang menggunakan muzzling approach atau pendekatan membungkam lawan,” ujar Din.
Din menegaskan, tudahan itu tdak bisa dilepas dari asumsi ini bahwa diarahkan kepada figur-figur kritis terhadap penyelenggaraan negara.
Din memandang cara ini, adalah bagian dari pada mekanisme pengamanan diri (self defence mechanism) kaum oligarkis baik politik maupun ekonomi agar tetap menguasai.
“Kaum olighar ini mengendalikan dengan membiayai para buzzer yang bertugas melakukan character assasination terhadap figur-figur umat Islam. Mereka berani dan bebas bergerak karena mendapat pengamanan dari aparatur negara (buktinya mereka tidak pernah terjerat hukum padahal sudah diadukan),” papar Din.
Meski demikian, Din meminta, agar umat Islam menghadapi tuduhan tetap tenang menghadapi tuduhan tersebut. Biar mereka berulah. Lihatlah sambil tertawa.
“Tentu sambil meyakini dan berdoa wamakaru wamakarallah, wallahu khairul makirin_” (mereka merekayasa dan Allah merekayasa. Sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik perekayasa,” jelas Din.
Din melanjutkan, hal itu mutlak perlu disertai dengan tekad semua elemen umat Islam untuk bersatu dengan menghilangkan egoisme kelompok, sambil menahan diri dan tidak terjebak ke dalam hasutan atau provokasi untuk terlibat dalam tindak kekerasan.
“Karena kelompok-kelompok penuduh itu sebenarnya tidak mengamalkan Pancasila maka umat Islam justeru perlu tampil mengawal Pancasila dan UUD 1945 yang telah disepakati oleh para pendiri negara,” tandas Din.
Laporan: Muhammad Lutfi