Artikel ini ditulis oleh Inas N Zubir, Pemerhati Politik.
Nominasi Jokowi sebagai Tokoh Terkorup 2024 yang dirilis oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), sebuah organisasi jaringan jurnalis investigasi global dengan staf di enam benua, telah membawa petaka bagi OCCRP sendiri. Nominasi ini menjadi viral karena OCCRP menominasikan mantan pemimpin negara yang dicintai oleh sebagian besar rakyatnya, sehingga memicu kemarahan publik Indonesia terhadap organisasi tersebut. Reaksi negatif ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan emosional masyarakat terhadap Jokowi, serta menyoroti tantangan yang dihadapi OCCRP dalam mempertahankan kredibilitasnya di mata publik yang merasa terancam oleh tuduhan tersebut.
Viralnya nominasi Jokowi tersebut menarik perhatian Donald Trump, yang saat ini menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Trump juga pernah menjadi sasaran OCCRP, yang diduga berupaya menggulingkannya selama masa jabatannya yang pertama pada tahun 2019. Pada saat itu, OCCRP merilis tulisan tentang Rudy Giuliani, pengacara pribadi Trump, yang melakukan penelitian oposisi di Ukraina dan akhirnya bekerja sama dengan orang-orang yang terkait dengan kejahatan terorganisir. Dengan kata lain, OCCRP mengklaim bahwa Rudy Giuliani diperintahkan oleh Trump untuk berkolaborasi dengan organisasi kejahatan di Ukraina, yang kemudian dijadikan dasar untuk pemakzulan pertama Presiden Trump, namun upaya tersebut gagal. Reaksi Trump terhadap nominasi Jokowi dapat dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap organisasi yang pernah mengusik karier politiknya dan kini berusaha merusak reputasi pemimpin yang dicintai oleh rakyat Indonesia.
Presiden Trump sangat menyadari bahwa OCCRP adalah salah satu outlet jurnalisme investigatif global yang menerima lebih dari 50 persen pendanaannya dari pemerintah AS melalui United States Agency for International Development (USAID). Oleh karena itu, ia melibatkan Elon Musk, orang terkaya di dunia yang kini menjabat sebagai Kepala Department of Government Efficiency (DOGE) di pemerintahan Trump, untuk turut berkomentar. Namun, Elon Musk tidak langsung menyerang OCCRP, melainkan mengarahkan kritiknya kepada donor terbesar OCCRP, yaitu USAID. Musk berulang kali menyebarkan klaim bahwa USAID merupakan bentuk “pencucian uang” dan bahkan dianggap sebagai agensi yang menyebarkan kebencian terhadap Amerika. Tindakan ini mencerminkan strategi Trump untuk mendiskreditkan lembaga yang dianggap merugikan kepentingan politiknya.
Cuitan Elon Musk kepada USAID malah ditanggapi oleh OCCRP. Pada tanggal 3 Februari, Organised Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) menggunakan platform “X” untuk menyerang Elon Musk karena mempertanyakan pendanaan USAID untuk organisasi tersebut. Mereka mengunggah tangkapan layar yang menunjukkan Elon Musk mengulangi pertanyaan yang diajukan tentang pendanaan untuk OCCRP oleh Mike Benz. Dalam unggahannya, OCCRP menulis, “Orang terkaya di dunia, Elon Musk, menggunakan investigasi OCCRP tahun 2019 untuk menyerang kebebasan pers dan bantuan kemanusiaan AS. Kisah yang dipertanyakan tersebut mengungkap bagaimana Rudy Giuliani meminta bantuan rekan-rekannya yang meragukan untuk mencari informasi rahasia di Ukraina.” Tanggapan ini menunjukkan betapa OCCRP berusaha mempertahankan keberadaan USAID sebagai pendonor utamanya.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2024/10/IMG-20241021-WA0008.jpg)
Namun, Elon Musk membalas dengan mengutip tangkapan layar yang dibagikan oleh Mike Benz, Direktur Eksekutif Foundation for Freedom Online (FFO), yang berisi informasi tentang program STAIR dari USAID. Program Strengthening Transparency and Accountability through Investigative Reporting (STAIR) diimplementasikan oleh OCCRP. Dokumen tersebut mengklaim bahwa program ini akan “memperkuat jaringan jurnalisme investigatif, berinvestasi dalam generasi reporter dan editor berikutnya, mendorong alat dan sumber daya inovatif, meningkatkan manajemen ruang redaksi dan keberlanjutan finansial, serta memajukan pendekatan holistik terhadap keselamatan dan keamanan.”, dimana kemudian USAID menggelontorkan dana sebesar $20 juta kepada OCCRP. Namun dana tersebut diduga sebagai bentuk pencucian uang semata. Tanggapan ini semakin memperuncing perdebatan tentang transparansi dan akuntabilitas USAID dalam pendanaan lembaga-lembaga yang terlibat dalam jurnalisme investigatif.
Presiden Trump akhirnya berbicara dengan tegas, menyatakan bahwa USAID dijalankan oleh orang-orang radikal yang dianggapnya tidak waras. Trump bertekad untuk mengeluarkan mereka dan akan membuat keputusan mengenai masa depan USAID. Seiring dengan itu, pemerintahan Trump mulai berusaha menutup USAID secara paksa, dan karyawan USAID telah dipecat atau dirumahkan. Keputusan Trump ini menimbulkan kekhawatiran besar, baik di AS maupun di komunitas internasional. USAID memiliki peran penting dalam memberikan bantuan kemanusiaan global, namun tindakan mereka yang dianggap salah langkah dalam menggelontorkan dana rutin untuk OCCRP telah memicu kemarahan Trump. Situasi ini menyoroti ketegangan antara kebijakan OCCRP dan tanggung jawab-nya setelah menerbitkan informasi berdasarkan investigasi yang tidak dilandasi fakta yang benar.
Akhirnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada tanggal 5 Februari 2025, secara resmi memerintahkan penutupan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Semua stafnya diperintahkan untuk kembali ke Amerika Serikat paling lambat Jumat, 7 Februari 2025. Kebijakan ini diumumkan melalui situs resmi USAID dan dikonfirmasi oleh sumber yang dilansir dari CBS News. Keputusan ini menandai langkah signifikan dalam perubahan kebijakan luar negeri AS dan memicu berbagai reaksi dari komunitas internasional serta para pengamat politik.
Namun, penutupan USAID akan sangat memukul OCCRP, yang kehilangan lebih dari 50% dana operasionalnya. Pendonor lain seperti Open Society Foundations (OSF) milik George Soros, Ford Foundation, dan Rockefeller Brothers Foundation tampaknya tidak ingin bertentangan dengan kebijakan Trump dan juga berencana untuk menghentikan bantuan mereka kepada OCCRP. Situasi ini dapat mengancam keberlangsungan operasional OCCRP untuk menuju kebangkrutan, yang selama ini bergantung pada pendanaan tersebut untuk menjalankan proyek-proyek jurnalisme investigatifnya.
[***]