KedaiPena.Com- Tragedi kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang sesusai laga antara Arema FC dengan Persebaya Surabaya, Sabtu,(1/10/2022), malam menyisahkan tanda tanya besar. Pertanyaan itu mulai dari SOP soal pengamanan hingga penanganan saat situasi gawat darurat oleh Kementerian Kesehatan atau Kemenkes.
Pasalnya, diketahui kerusuhan yang terjadi di Kanjuruhan sendiri menjadi sorotan lantaran banyaknya korban jiwa akibat penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan. Penggunaan gas air mata tersebut berujung banyaknya suporter Arema Malang yang kehilangan nyawa lantaran sesak nafas.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PPP Nurhayati Effendi mempertanyakan peran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam situasi gawat darurat medis untuk publik safety. Padahal, hal itu telah termaktub di Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 19 tahun 2016 tentang sistem penanggulangan gawat darurat terpadu.
Di dalam PMK nomor 19 tahun 2016 disebutkan bahwa gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera dalam rangka penyelamatan nyawa dan pencegahanya. Di dalam PMK nomor 19 terdapat Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu atau yang disingkat SPGDT.
“Dalam rangka ke gawatdaruratan medis untuk public safety adalah tugas dari kemenkes sesuai dengan PMK nomor 19 tahun 2016. Terpadu di bab 1 ketentuan umum pasal 5 dan 6 dan di bab II tentang penyelenggaraan di pasal 5 sampai dengan 8,” kata Nurhayati, Kamis,(6/10/2022).
Nurhayati menegaskan, sistem SPGDT ini merupakan mekanisme pelayanan korban dan pasien gawat darurat yang berbasis call center dengan menggunakan kode akses telekomunikasi 119 dan melibatkan masyarakat.
Dalam sistem itu, terdapat Pusat Komando Nasional/National Command Center (NCC) atau pusat panggilan kegawadarutan di bidang kesehatan dengan nomor kode akses 119 yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia.
Biasanya, NCC akan meneruskan ke Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center atau PSC yang merupakan pusat pelayanan menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal berhubungan dengan kegawatdaruratan di kabupaten/kota.
“Apakah SOP ini berjalan dengan baik dan benar tidak pada saat terjadi disana (Kanjuruhan) sesuai porsi masing-masing yang harus bertanggung jawab?. Apakah pada saat pertandingan,ada petugas NCC yang bertugas meneruskan perintah kepada PSC sesuai PMK?,” ungkap Nurhayati.
Meski demikian, Nurhayati mengakui, setiap lembaga dan stakeholder memiliki peran-peran masing-masing seperti PSSI dan Kemenpora yang bertanggung jawab pada jalanya pertandingan. Nurhayati memandang, PSSI dan Kemenpora masih menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam kejadian luar biasa ini.
“Menurut saya yang paling bertanggung jawab adalah PSSI dan Kemenpora yang seharusnya membedah aturan FIFA dengan pihak pengamanan dan dibuat SOPnya sehingga polri bisa menjalankan sesuai SOP pengamanan yang sesuai dengan aturan FIFA pengamanannya berbeda dengan pengamanan kerusuhan bukan di dalam stadion bola,” tandasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena