KedaiPena.Com – Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti tahun 2008 Atma Winata Nawawi mengatakan, bahwa tragedi Trisakti merupakan bukti negara pernah melakukan pembungkaman terhadap sikap kritis mahasiswa dan pemuda.
“Kekerasan yang terjadi pada 12 Mei 1998 terjadi secara terstruktur, dan massif. Tembakan peluru tajam yang dilepaskan secara brutal ke arah kerumunan mahasiswa, patut diduga tidak lagi untuk membubarkan massa, tapi lebih kepada upaya menyakiti hingga membunuh mahasiswa, dan inilah yang menjadi dugaan pelanggaran HAM berat,” kepada wartawan, Selasa (12/5/2020).
Aktivis yang pernah menjabat Tim Asistensi Menteri Lingkungan Hidup ini menyatakan kasus ini memang telah selesai disidangkan di Mahkamah Militer, dan beberapa oknum tentara dinyatakan bersalah dan dihukum, namun untuk pengungkapan dalang kasus melalui pengadilan HAM AdHoc selalu terkendala.
“Pada awal perjuangan pembentukan persidangan HAM Tragedi Trisakti, digagalkan oleh rekomendasi DPR, namun setelah 2017 MK menyatakan pengadilan HAM AdHoc tidak memerlukan rekomendasi DPR, kasus ini berada pada Kejaksaan Agung dan Presiden, namun itu pun belum kunjung ada kemajuan,” tutur Atma.
Atma sendiri menegaskan, bahwa pemerintahan Jokowi pernah menjanjikan akan menuntaskan kasus Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, namun hingga tahun ke-6 janji tersebut tidak terealisasi.
Bahkan kala itu, kata dia, sempat muncul wacana untuk membentuk komisi rekonsiliasi terhadap korban kekerasan 1998. Namun wacana itu pun belum menunjukkan kemajuan.
“Saya berharap di periode kedua pemerintahan Pak Jokowi, beliau berkenan memberikan gelar Pahlawan Reformasi kepada keempat anak bangsa yang gugur demi memperjuangkan demokrasi dan reformasi ini, dan menjadikan tanggal 12 Mei menjadi hari pergerakan mahasiswa Indonesia. Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 harus jadi pelanggaran HAM Berat terakhir di negeri ini,” tandas Atma.
Diketahui, tanggal 12 Mei, tepat 22 tahun lalu merupakan selasa kelam bagi bangsa ini. Sebuah tragedi kekerasan HAM yang dilakukan oleh aparat negara menewaskan 4 orang mahasiswa dan melukai puluhan lainnya dalam sebuah aksi damai di kampus Universitas Trisakti, Grogol Jakarta Barat.
Aksi yang menjadi titik awal munculnya gelombang besar yang menamakan diri Gerakan Reformasi ini berujung pada demonstrasi besar yang memaksa Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan mengakhiri kekuasaannya selama 32 tahun.
Laporan: Muhammad Hafidh