KedaiPena.Com- Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pertumbuhan perusahaan rintisan atau startup. Dengan jumlah perusahaan rintisan yang mencapai 2.525 entitas, telah membawa Indonesia menempati posisi ke-6 di dunia sekaligus terbesar di Asia Tenggara. Namun, sejauh ini perusahaan rintisan masih sangat bergantung pada pendanaan investor.
Untuk itu, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin menilai kredit perbankan diperlukan untuk menopang kebutuhan permodalan bagi perusahaan rintisan.
“Startup di Indonesia ini kan masih sangat bergantung pada investor. Apalagi, kita menghadapi masa musim dingin dari perusahaan teknologi, dimana banyak perusahaan digital yang berguguran. Makanya, investor sekarang cenderung selektif dan menunggu (wait and see) dalam memberikan pendanaan. Untuk itu, dukungan permodalan dari perbankan bisa menjadi sumber alternatif pendanaan untuk mengatasi hal tersebut,” ungkap Puteri dalam keterangan tertulis, Kamis,(26/10/2023).
Sebelumnya, ide mengenai kredit bagi perusahaan rintisan diungkapkan oleh pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat deklarasi bersama partai pengusung dan partai pendukung dalam Koalisi Indonesia Maju di Indonesia Arena pada Rabu (25/10/2023).
Pada kesempatan tersebut, Gibran menyampaikan sejumlah program unggulan diantaranya Kredit Startup Milenial sebagai dukungan permodalan bagi perusahaan rintisan yang digerakkan kaum milenial.
“Hadirnya inisiatif ini tentu jadi angin segar bagi pelaku startup dan komitmen keberpihakan bagi kalangan milenial. Harapannya, skema kredit ini bisa menopang keberlangsungan usaha sehingga terus menciptakan inovasi produk yang bermanfaat dan bernilai tambah bagi masyarakat. Terutama untuk mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia yang mencapai 40 persen pasar di Asia Tenggara,” ucap Puteri.
Puteri menyadari risiko kredit bagi perusahaan rintisan tergolong tinggi. Hal ini tidak terlepas dari perusahaan rintisan yang cenderung belum memiliki kolateral maupun arus kas yang stabil. Untuk itu, Puteri mengingatkan agar inisiatif ini nantinya juga disertai desain dan skema penyaluran kredit yang tepat dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
“Pastinya, kami juga perlu belajar dari kejadian bank gagal yang menimpa Silicon Valley Bank (SVB), yang merupakan bank bagi para startup di Amerika Serikat, yang tumbang karena kurangnya manajemen risiko dan pengelolaan likuiditas yang memadai. Tentu, hal tersebut membuat kita harus memastikan aspek manajemen risiko yang memadai,” ujar Puteri.
Menutup keterangannya, Puteri mengingatkan pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga jasa keuangan, perusahaan penjaminan, dan perusahaan rintisan guna membangun ekosistem pembiayaan yang mendukung pertumbuhan startup di Indonesia.
Laporan: Muhammad Hafidh