Senior Vice Presiden Pertamina ISC Daniel Purba  pada tanggal 21 September 2016 telah memberikan penjelasan resmi di depan para wartawan banyak media dalam beberapa hal.
Pertama adalah  terkait sulitnya membeli minyak mentah milik KKKS, yakni Chevron, Exxon Mobil dan Conoco Philips dan lain yang dihasilkan dari wilayah Indonesia, karena harga belinya yang mahal, karena harus ditambah pajak sebesar 3 persen.‎
Selanjutnya Daniel Purba menjelaskan juga terkait sikap Pertamina terhadap impor minyak mentah oleh perusahaan Glencore sebanyak 2 kargo untuk kebutuhan kilang Balikpapan dan kilang Dumai.
Tentu saja kita apreasi sikap tegas Pertamina ISC yang  telah menolak 2 kargo dengan volume 2 X 600.000 MB yang merupakan minyak mentah bodong, oleh perusahaan  GLencore untuk tujuan kilang Balikpapan dan kilang Dumai.
Di satu sisi memang terlihat  selesai persoalannya dan pasti telah menimbulkan kerugian bagi Pertamina. Karena dalam waktu singkat harus mencari pengganti minyak dari pasar spot tentu lebih mahal.Â
Akan tetapi lebih dari itu bisa saja bahwa kejadian ini bukan hanya sekali terjadi, mungkin saja  dugaan ini sudah modus yang sering dilakukan oleh Glencore sebelumnya untuk meraup keuntungan besar atau oleh vendor lainnya.
Mungkin saja yang saat ini karena ketahuan jadi “apes “, sehingga penegak hukum harus memantau 2 kapal tangker membawa minyak bodong yang katanya ditolak sudah keluar dari perairan Indonesia.
Bisa jadi diam-diam  dengan modus lain masuk kembali ke  kilang Pertamina , dan sudah dapat dipastikan apa yang telah dilakukan oleh Glencore ini adalah kejahatan yang terencana dan bisa mengacaukan ketersedian BBM  dalam  negeri berupa kelangkaan.
Untuk itu semua kerugian Pertamina harus dibebankan kepada perusahaan Glencore dan untuk sementara perlu diberikan sanksi tegas selama 1 tahun tidak dibolehkan melakukan aktifitas tender di ISC.
Hukuman ini penting utk memberikan efek jera bagi rekanan lain supaya tidak bermain-main soal spesifikasi yang telah sepakat disetujui dalam kontrak dengan ISC, Â tetapi dalam prakteknya berbanding terbalik formulanya.
Contoh dalam kontrak disebutkan bahwa formula blending perbandingan prosentase minyak Sarir (70%) dan minyak Mesla (30%) dan faktanya yang disuplai adalah minyak Sarir (30 %) dan Mesla  (70%) , sehingga drama Zatapi Crude  dari langit yang pernah menghebohkan pada masa Dirut Pertamina Arie Soemarno tidak terulang lagi saat ini. Kita tunggu sikap tegas penegak hukum.
‎Oleh Yusri Usman, Pengamat Energi CERI