KedaiPena.Com- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menolak wacana Ketua Dewan Perwakilan Daerah atau DPD RI LaNyalla Mahmud Mattaliti soal perpanjangan/penambahan masa jabatan Presiden Jokowi melalui dekrit. Menurutnya, wacana itu tidak sesuai dengan ketentuan konstitusi yang berlaku yaitu UUD NRI 1945.
Tak hanya itu wacana itu juga tak sesua dengan ketentuan soal terkait perubahan UUD dan ketentuan UUD terkait masa jabatan Presiden dan Pilpres per lima tahun sekali. Usulan soal dekrit itu juga bisa mengarahkan Indonesia menjadi negara kekuasaan.
“Melalui amandemen UUD 45, sudah diputuskan, Indonesia ini disepakati ditetapkan bersama sebagai negara hukum (rechtstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat). Itulah ketentuan baru yang ada dalam Bab I Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945,” kata Hidayat Nur Wahid, Kamis,(24/11/2022).
Hidayat menegaskan, wacana mengubah UUD NRI 1945 termasuk perpanjangan masa jabatan Presiden, pengunduran Pilpres, tetapi dengan mekanisme yang tidak sesuai dengan ketentuan Konstitusi yang berlaku, sebagaimana sudah diatur dalam Pasal 37 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945 merupakan wacana yang tak bisa dibenarkan.
“Dan tidak bisa ditindaklanjuti, karena tidak memenuhi aturan konstitusi yang berlaku,” kecam dia.
HNW sapaan akrabnya mengatakan bahwa sesuai tuntutan Reformasi, maka sudah disepakati amandemen UUD 1945, diantaranya selain ketentuan mekanisme perubahan terhadap UUD.
Hal ini, tegas dia, termasuk masa jabatan Presiden, MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara waktu itu, sudah melaksanakan kewenangan konstitusional dan tuntutan reformasi dengan menyepakati ketentuan baru bahwa Indonesia merupakan negara hukum.
Hal tersebut bahkan, lanjut dia, secara jelas dan definitif disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.
“Dan salah satu ciri negara hukum adalah menjunjung tinggi supremasi hukum, termasuk ketentuan UUD. Itu yang harusnya dilaksanakan, dipegang bersama, dan para pimpinan lembaga negara yang mestinya menjadi Negarawan, harusnya berada di garda terdepan, menjadi teladan bagi Rakyat,” ujarnya.
Karenanya, HNW sangat menyayangkan adanya wacana mengusulkan perpanjangan masa jabatan Presiden dengan mendorong Presiden Jokowi membuat Dekrit.
Karena “dekrit” itu secara legal adalah jenis keputusan Presiden, dan itu bukan ketentuan UUD. Bila mengacu kepada konsep negara hukum yang berlaku saat ini di Indonesia, keputusan Presiden tidak bisa mengubah ketentuan-ketentuan atau ayat-ayat yang ada dalam UUD NRI 1945.
“Pasal 3 ayat (1) UUD NRI 1945 secara tegas menyebut bahwa perubahan UUD NRI 1945 itu merupakan kewenangan MPR, bukan Presiden. Mekanismenya pun diatur dengan jelas dalam Pasal 37 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945, juga tidak dengan wacana bernama dekrit yang tidak ada di dalam ketentuan UUD,” pungkas Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Sebelumnya, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengusulkan agar masa jabatan Presiden Joko Widodo atau Jokowi diperpanjang. LaNyalla memiliki alasan tersendiri mengapa ia meminta agar masa jabatan Jokowi ditambah dua tahun.
Hal Itu karena masa pemerintahan Presiden Jokowi dinilai habis untuk menangani pandemi Covid-19. Karena itu, LaNyalla menyarankan agar masa jabatan Presiden Jokowi ditambah dua tahun untuk “menebus” kinerjanya saat dihantam pandemi Covid-19.
“Melihat Pak Jokowi udah dua tahun karena situasi Covid-19, beliau belum menampakkan hasilnya. Sekarang aja dua tahun dilewati, ya kenapa nggak ditambah aja dua tahun lagi untuk nebus yang Covid-19 kemarin,” usul LaNyalla dalam sambutannya di Munas XVII HIPMI, Senin (21/11/2022).
Laporan: Tim Kedai Pena