KedaiPena.Com- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meyakini rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menerapkan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di 25 ruas jalan di ibu kota akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Hal ini mengingat banyak orang yang menggunakan sepeda motor sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Apalagi kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih setelah pandemi Covid-19, belum lagi ancaman krisis global yang sering disampaikan oleh Presiden Jokowi,” kata Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, Kamis, (26/1/2023).
Atas dasar itu, Suryadi menegaskan, pihaknya menolak rencana penerapan ERP di Jakarta ini. Pasalnya, penerapan ERP ini, selain memberatkan masyarakat malah hanya akan memindahkan kemacetan saja.
Seharusnya, kata dia, pemerintah dapat menyelesaikan terlebih dahulu akar masalah kemacetan ini. Ia mengatakan, permasalahan utama ialah meningkatnya jumlah kendaraan pribadi yang tidak diikuti dengan peningkatan panjang jalan secara signifikan.
“Berdasarkan data BPS, pada tahun 2021 jumlah kendaraan bermotor di Jakarta sudah mencapai 21,75 juta unit, atau tumbuh 7,6 persen dengan proporsi tertinggi adalah sepeda motor mencapai 75,92 persen. Sebaliknya, pertumbuhan jalan hanya 0,01 persen per tahun,” beber Suryadi.
Ia juga menuturkan, dalam 5 tahun terakhir, cakupan pelayanan transportasi publik di Jakarta sudah meningkat hampir dua kali lipat dari 42 persen menjadi 82 persen.
Dengan transportasi publik yang sudah lebih baik, tegas dia, Pemerintah Pusat jangan malah membuat kebijakan yang akan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi seperti subisidi kendaraan listrik.
“Oleh karena itu, kami berpendapat solusi atas masalah kemacetan adalah pembatasan kepemilikan kendaraan, peningkatan jumlah transportasi publik serta penambahan dan perbaikan sarana prasarana jalan,” jelas dia.
Suryadi mengakui, berbagai alternatif ERP sendiri sebenarnya telah dirancang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2018 Tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Tahun 2018 -2029.
“Di antaranya Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di kawasan Central Bussiness District (CBD); penerapan Sistern Prioritas Bus di persimpangan; penerapan Sistem Elektronik Parkir Meter; dan pengawasan Angkutan Barang,” tegas dia.
Ia memandang, permasalahan kemacetan ini sendiri sedianya juga harus diselesaikan bersama-sama dengan daerah penyangga Jakarta, tidak bisa sendiri-sendiri.
“Mengingat banyak warga dari Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bekerja di Jakarta dan menggunakan kendaraan pribadi karena transportasi umumnya belum memadai,” ungkap dia.
Ia menegaskan, salah satu cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah ini adalah melalui revisi UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
“Namun kami menyayangkan pembahasan revisi UU ini justru tidak dilanjutkan, padahal sangat dibutuhkan untuk dapat memperbaiki tata kelola transportasi di Indonesia,” tandasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena