KedaiPena.Com- Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh menolak kenaikan UMP di sejumlah daerah di Indonesia. Mereka menolak kenaikan UMP di beberapa provinsi seperti Banten yang hanya naik sebesar 6,4%, lalu Yogyakrta 7,65, Jawa Timur 7,85% dan DKI Jakarta 5,6%.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan alasan pertama menolak kenaikan UMP di sejumlah daerah tersebut lantaran nilai prosentase kenaikan UMP dikarenakan di bawah nilai inflansi Januari-Desember 2022 yaitu sebesar 6,5%. Hal ini termasuk plus pertumbuhan ekonomi Januari -Desember yang diperkirakan sebesar 5%.
“Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau Year on Year,” ujar Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa,(29/11/2022).
Menurutnya, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022 maka kenaikan UMP tersebut tidak memotret dampak dari naiknya BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi.
“Karena kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022,” papar dia.
Yang paling menjadi perhatian, Said Iqbal ialah kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 5,6%. Ia menegaskan, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mengecam keras keputusan Pj Gubernur DKI yang tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.
“Kenaikan 5,6% masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh,” tegas Said Iqbal.
Untuk itu, pihaknya mendesak agar Pejabat Gubernur DKI merevisi kenaikan UMP DKI Tahun 2023 sebesar 10,55% sesuai dengan yang diusulkan Dewan Pengupahan Provinsi DKI unsur serikat buruh.
Menurutnya, kenaikan UMP DKI 5,6% tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI. Sebab biaya sewa rumah sudah Rp 900 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik (PP).
Kemudian, kata dia, untuk makan di Warteg 3 kali sehari dengan anggaran sehari Rp 40.000 menghabiskan Rp 1,2 juta sebulan. Kemudian biaya listrik Rp 400 ribu, biaya komunikasi Rp 300 ribu, sehingga totalnya Rp 3,7 juta.
“Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain?Jadi dengan kenaikan 5,6% buruh DKI tetap miskin,” kata Said Iqbal.
Tak hanya itu, kata Said Iqbal, kenaikan UMP DKI 5,6% akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Untuk itu, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55%.
“Sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13%,” ungkap Said Iqbal.
Meski demikian, Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh mengapresiasi spemerintah pusat untuk menggunakan Permenaker 18/2022 dan tidak lagi PP 36/2021.
“Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh meminta Bupati dan Walikota dalam merekomendasikan nilai UMK ke Gubernur adalah sebesar antara 10 hingga 13%. Bilamana tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 hingga 13%,” pungkas Said Iqbal.
Laporan: Muhammad Rafik