KedaiPena.com – Atas penolakan kedatangan Ustad Abdul Somad atau UAS dengan enam pendampingnya, Kementerian Dalam Negeri Singapura (Ministry of Home Affairs Singapore) menyampaikan bahwa penolakan tersebut berkaitan dengan kebijakan negara tersebut terhadap setiap pengunjung yang datang ke Singapura.
Dalam situs resminya, Kementerian Dalam Negeri Singapura mengkonfirmasi kedatangan Abdul Somad di Terminal Ferry Tanah Merah pada hari Senin (16/5) dari Batam.
“Somad diwawancarai, kemudian kelompok itu ditolak masuk ke Singapura dan dipulangkan dengan kapal ferry ke Batam pada hari yang sama,” disampaikan dalam pernyataan tersebut.
Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan Somad diketahui menyebarluaskan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima dalam masyarakat multi-ras dan multi-agama di Singapura.
Dengan gamblang pernyataan itu memaparkan beberapa contoh tindakan Somad untuk menjelaskan pernyataan tersebut.
“Misalnya, Somad menyampaikan khotbah bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi syahid. Ia juga membuat pernyataan yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal jin kafir. Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai orang kafir,” dituliskan dalam pernyataan.
Ditegaskan juga dalam pernyataan tersebut, masuknya pengunjung ke Singapura bukanlah otomatis atau hak. Setiap kasus dinilai berdasarkan kepatutan masing-masing. Meskipun Somad berusaha memasuki Singapura dengan berpura-pura melakukan kunjungan sosial, pemerintah Singapura memandang serius setiap orang yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi.
Di bagian akhir ditegaskan bahwa berdasarkan berbagai pertimbangan itu Somad dan teman-teman seperjalanannya ditolak masuk ke Singapura.
Selain Singapura, sebelumnya antara tahun 2017 hingga 2022 Abdul Somad telah ditolak masuk beberapa negara, antara lain Hong Kong, Timor Leste, Belanda, Jerman dan Inggris dengan berbagai alasan.
Laporan: Hera Irawan