KedaiPena.Com- Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menilai langkah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Tokoh Nasional Rizal Ramli tentang Presidential Threshold atau ambang batas syarat pencalonan presiden sebesar 20% tidak progresif.
Pasalnya, kata Ubed sapaanya, gugatan yang dilayangkan oleh RR begitu Rizal Ramli disapa merupakan sesuatu yang sangat penting dan sesungguhnya bisa mempengaruhi sekualitas apa Presiden Indonesia dimasa depan.
“Tentu ini keputusan yang tidak berfikir kedepan, tidak progresif, tidak memikirkan masa depan Indonesia dan masa depan demokrasi yang berkualitas,” kata Ubed dalam keterangan, Kamis, (21/1/2021).
Ubed juga menilai, lima dari sembilan hakim MK yang duduk dalam sidang pleno terbuka menolak gugatan Rizal Ramli patut dipertanyakan kredibilitasnya.
“Saya mencermati putusan MK ini aneh, sebab sebelumnya 12 gugatan kepada MK tentang threshold dengan individu dan lembaga, 11 dari 12 gugatan itu di perkenankan dibahas, diadili oleh MK. Jadi sebenarnya legal standing mereka sama seperti Rizal Ramli,” tegas Ubed.
Ubed memandang, putusan ini juga memungkinkan dugaan kuat bahwa MK tidak menjalankan fungsinya dengan benar dan terlihat lebih berpihak pada kekuasaan.
“Rasa keadilan terlihat diabaikan. Jadi jika ada yang mengatakan MK itu bukan Mahkamah Konstitusi tapi Mahkamah kekuasaan itu ada benarnya,” tandas Ubed.
Diketahui, MK tidak menerima (niet ontvankelijke verklaard) gugatan dari mantan Menko Maritim, Rizal Ramli terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.
Lima dari sembilan hakim yang duduk dalam sidang pleno terbuka Kamis (14/1/2021), menolak gugatan Rizal terhadap pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan seterusnya, amar putusan mengadili menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Hakim Ketua Mahkamah, Anwar Usman membacakan amar putusannya, Kamis (14/1/2021).
Laporan: Muhammad Lutfi