KedaiPena.Com – B2W Indonesia, Road Safety Association (RSA) dan Koalisi Pejalan Kaki menyatakan keberatan terhadap pemberian kemudahan di dalam kota bagi pengguna sepeda sport (sepeda balap).
Kemudahan berupa kelonggaran menggunakan jalan umum, termasuk jalan layang non-tol, di beberapa lokasi di Jakarta pada waktu-waktu tertentu itu baru mau diuji coba.
“Bahkan sebelum hal itu dilakukan perilaku pengguna sepeda sport semakin sulit diatur,” kata Poetoet Soedarjanto dari B2W Indonesia dalan keterangan pers yang diterima redaksi, Minggu (23/5/2021).
“Mereka mengganggu lalu lintas. Mereka mencorengkan kesan buruk kepada pengguna sepeda sehari-hari sebagai sarana bermobilitas. Ini sangat merugikan upaya mengintegrasikan sepeda ke dalam sistem transportasi demi kota yang lebih layak huni,” sambung Poetoet.
Sempat dibahas dalam forum yang melibatkan berbagai komunitas pengguna sepeda sport, yang juga mengundang B2W Indonesia, kebijakan itu sebetulnya bisa dipahami.
Di antara pengguna sepeda, untuk berbagai keperluan pun, ada yang memanfaatkannya untuk berolahraga dengan mengutamakan kecepatan dan ketahanan fisik. Mereka perlu difasilitasi. Di antara mereka ada yang merupakan atau berpotensi menjadi atlet.
“Dalam forum tersebut, kami menegaskan pentingnya melakukan sosialisasi yang intensif dan baik sebelum memberlakukan kebijakan,” papar dia.
Di saat hal itu belum sepenuhnya dilakukan, malah kegiatan seperti Kamis Tarkam di Jalan Sudirman pada Kamis lalu berlangsung, didukung organisasi sepeda sport resmi pula.
“Karena itu, kami mengimbau pemerintah DKI Jakarta untuk membatalkan uji coba jalur dan mengkaji kembali rencana pemberian kemudahan itu. Pemilihan jalan layang non-tol disarankan untuk dihindari mengingat adanya bahaya akibat empasan angin kencang; dalam praktiknya, beberapa jalan layang flyover malah terlarang untuk pengguna sepeda dan pejalan kaki,” sambungnya.
Sementara itu, Rio dari RSA menyebut, sebagai bahan pertimbangan lain, sudah waktunya pula pemerintah perlu menyambut seruan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengadopsi 30 km/jam sebagai batas maksimum kecepatan di dalam kota, batas yagn aman dan lebih menjamin keselamatan bahkan jika terjadi kecelakaan.
“Jalan raya di dalam kota seharusnya bebas dari situasi yang membahayakan,” ujar Rio.
Alfred Sitorus, Koalisi Pejalan Kaki berujar, jika tujuan yang lebih besar adalah mengajak semakin banyak orang mau bersepeda untuk menjalani mobilitas sehari-hari, kemudahan bagi pengguna sepeda sport itu tidak bakal mempermudah.
“Karena antipati terhadap pengguna sepeda tetap bersifat pukul rata, yang merugikan pengguna sepeda harian,” paparnya.
Harus dipikirkan pula lokasi lain yang lebih pas untuk pengguna sepeda sport. Lebih baik pemerintah DKI Jakarta mengerahkan upaya yang lebih besar untuk memudahkan orang bepergian di dalam kota dengan sepeda.
“Tentu dalam kondisi aman, selamat, dan menyenangkan,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi