KedaiPena.Com – Masalah Freeport adalah masalah sistemik. Masalah ini juga klasik lantaran sudah begitu lama dianggap merugikan bangsa. Tercatat, Freeport menandatangani ekplorasi dan eksploitasi tambang di Papua sejak 7 Maret 1967.
“Kontrak Freeport ditandatangani pada rezim Orba, sudah puuhan tahun. Tapi keuntungan bagi bangsa kita, tidak memberikan pengaruh signifikan, baik bagi Indonesia secara umum dan Papua secara khusus,” kata Presidium Solidaritas Untuk Pergerakan Aktivis Indonesia (Suropati) di sela diskusi ‘Ngopi Senja’ di Pamulang, Tangsel, Sabtu (20/2).
Faktanya, tambah Adit, Papua sampai saat ini masih tertinggal. Padahal di perut bumi Cenderawasih terkandung emas tembaga dan barang tambang lain yang begitu besar. Cukup untuk memakmurkan rakyat di ujung timur Indonesia itu.
“Freeport menjadi besar, tapi Indonesia tidak dapat untung besar. Kita dapat 1 persen untuk emas dan 1,5 persen untuk tembaga. Dan kalau kontrak Freport dihentikan pada tahun 2021, ini peluang bagi kita untuk mengelola SDA kita sendiri,” dia melanjutkan.
Adit kemudian menambahkan, masalah Freeport menjadi strategis ketimbang hal lain. Karena, sebelumnya, Indonesia berhasil memerdekakan diri. Namun saat ini, penjajahan gaya VOC masih ada.
“Kalau dulu VOC mengekploitasi kekayaan alam kita melalui rempah, pasca merdeka VOC gaya baru belum juga hilang. Freeport puluhan tahun di Indonesia merampok hasil tambang kita,” sambung dia lagi.
“Saya tegaskan kita dulu mampu menghentikan penjajahan Belanda, Jepang dan lain. Sekarang pun kita bisa lakukan itu, pada tahun 2021 nanti, kontrak Freeport tidak usah kita perpanjang, gak usah ada opsi saham beli saham, nasionalisasi,” imbuhnya.
Ia pun meminta Presiden Joko Widodo untuk segera memecar menteri-menteri pro perpanjangan kontrak Freeport model Menteri ESDM Sudirman Said. Sebab, orang seperti itu adalah representasi pengkhianat Pancasila yang gagal membuat bangsa Indonesia berdikari di bidang ekonomi.
(Prw/Foto: Opung)