KedaiPena.Com – Politik identitas tengah menjadi tren dalam pesta demokrasi Indonesia beberapa tahun terakhir. Kini, harapan akan sirnanya, politik identitas tersebut tersebut terus digaungkan.
Tahun 2020 nanti sejumlah daerah di Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak. Salah satu daerah yang akan melakukan pemilihan kepala daerah ialah Tangerang Selatan (Tangsel).
Penulis yang juga pengusaha muda Fahd Pahdepie berharap, agar Tangsel dapat lebih maju dalam menyikapi keberadaan politik identitas yang masih melekat pada pilkada serentak tahun depan.
“Melihat bahwa ada perubahan kultur politik saat ini dimana masyarakat menginginkan politik yang lebih sesuai dengan kebutuhan realitas di lapangan, bukan hanya sekedar jargon,” ujar dia dalam kepada KedaiPena.Com, Rabu (4/9/2019).
“Orang dipilih bukan hanya sekedar dia siapa, dia darimana, tidak berdasarkan politik identitas, tidak berdasarkan slogan-slogan baliho, tapi orang ingin melihat apa yang sebenarnya mau dikerjakan,” sambung dia.
Fahd begitu disapa juga mengakui bahwa politik identitas telah menggejala di sejumlah wilayah Indonesia. Terlebih lagi di wilayah urbanisasi seperti Tangerang Selatan.
“Banyaknya perangkat untuk mempertahankan politik identitas salah satunya adanya ormas, orang berkelompok berdasarkan etnis, berdasarkan agama, padahal sebetulnya politik tidak seperti itu,” imbuh dia.
“Padahal sebetulnya politik tidak seperti itu. Politik bukan cuma kalkulasi elektoral, tapi masyarakat membutuhkan ide program nyata untuk masalah yang berada di masyarakat sendiri saat ini,” sambung dia.
Fahd meminta agar pesta demokrasi di Tangsel dapat membuang kebiasaan lama yakni politik identitas itu sendiri.
Jangan melihat calon pemimpin dari partainya, sudah didukung siapa.
“Melainkan mendorong orang apa sih yang mau dikerjakan di kota ini,” jelas dia.
Siap Konsolidasikan Anak Muda
Fahd mengakui Tangsel ini sendiri memiliki prestasinya yang luar biasa secara angka statistik. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kemudian angka penganggurannya, dan kemiskinannya juga kecil.
“Namun membangun sebuah kota bukan soal mengejar angka saja, tapi harus juga realitas yang terjadi di bawahnya dan dampaknya besarnya kepada siapa,” jelas dia.
Dia mengakui Airin dalam sepuluh tahun terakhir memang telah mentransformasi Kota Tangsel secara luar biasa. Meskipun dalam perkembangan dan pembangunan masih meninggalkan luka terhadap warga Tangerang Selatan.
“Melihat kondisi yang ada saya berstrategi mengonsolidasikan kaum muda, dengan membuat gerakan forum diskusi dan even, kemudian juga menghadirkan dalam anak muda yang apatis, ini didorong untuk lebih peduli, ” ungkap dia.
Tidak hanya itu, dia juga memastikan, dengan majunya diri pada Pilwalkot Tangsel akan menimalisir tingginya angka Golput.
“Angka golput itu hampir mencapai 50%, dan dari 50% itu mayoritas adalah kaum urban, mereka yang secara ekonomi menengah keatas dan kemudian pendidikan menengah keatas dan anak muda,” imbuh dia.
“Nah pertanyaannya, bisakah kita menggerakkan kelompok ini, untuk mengubah wajah kota Tangerang Selatan ini dimasa yang akan datang, itu yang saya kerjakan,” tandas dia.
Laporan: Sulistyawan