KedaiPena.Com – Anggota Komisi I DPR RI, Darizal Basir menepis asumsi bahwa pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dimaknai sebagai kegagalan intelijen sipil dan kepolisian. Sebaliknya, ini merupakan upaya penanggulangan sinergis antar lembaga pemerintah.
Masing-masing bekerja sesuai dengan tugas dan bidangnya. Sehingga terorisme dapat diberantas dan dicegah secara dini.
Menurut Darizal, urgensi keterlibatan TNI dalam terorisme tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan karena model seperti ini juga diadopsi oleh banyak negara demokrasi.
Darizal kemudian menyebut contoh beberapa negara yang melibatkan militer dalam pemberantasan terorisme seperti Amerika, Australia, Perancis, Inggris dan lain sebagainya.
Yang penting, ujarnya, ada aturan dan batas yang tegas mengenai peran dan tugas TNI dalam pemberantasan terorisme sehingga TNI tidak melampaui wewenangnya.
Darizal juga mengingatkan peristiwa yang terjadi saat ini di Marawi Filipina dimana sekelompok kecil teroris yang berafiliasi dengan ISISI merebut kota dan menguasainya. Menurutnya, jangan sampai hal itu terjadi di sini. Pelibatan TNI dalam terorisme dapat memperkecil atau bahkan meniadakan kemungkinan itu terjadi di Indonesia.
Ditanya sejauh mana peran TNI diatur dalam RUU Terorisme, Darizal justru menyatakan kekecewaannya terhadap revisi yang diajukan oleh pemerintah.
“Jujur saja, jika melihat revisi yang disampaikan oleh pemerintah terkait pasal-pasal pelibatan TNI, kami melihat revisi itu seperti tidak ada gunanya. Isinya hanya menyatakan bahwa TNI dilibatkan dan perannya hanya sebagai perbantuan. Itu sama saja kosong,†ujar dia di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5).
“Karenanya, kami dari Fraksi Demokrat telah menyiapkan beberapa klausul lebih lengkap yang akan diusulkan dalam RUU Terorisme mengenai peran dan kewenangan TNI tersebut,†pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh