KedaiPena.Com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memajukan program kemitraan konservasi sebagai upaya mendorong kesejahteraan masyarakat dan kelestarian kawasan konservasi (Kawasan Lestari Masyarakat Sejahtera).
Di Taman Nasional Wakatobi (TN Wakatobi) Sulawesi Tenggara, upaya ini terwujud dalam bentuk fasilitasi dan pemberian bantuan modal dari KLHK melalui Balai TN Wakatobi kepada masyarakat Desa Mantigola dan Desa Horuo untuk pembudidayaan lobster mutiara.
“Bantuan melalui Kemitraan Konservasi ini diharapkan mampu mendorong ekonomi untuk kesejahteraan dan kelestarian kawasan TN Wakatobi,” ujar Darman selaku Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi saat dimintai keterangan atas program tersebut, Kaledupa ditulis, Jumat, (15/5/2020).
Darman menambahkan, jika dalam mengelola TN Wakatobi masyarakat selalu ditempatkan sebagai subyek dalam pengelolaan kawasan konservasi bersama pengelola kawasan.
“Keterikatan masyarakat dengan alam khususnya di Wakatobi, atau Kawasan Konsevasi sudah berjalan sejak mereka berdiam di tempat itu, oleh karena itu kawasan harus kita kelola dengan baik dan benar, sehingga masyarakat yang ada di dalam atau disekitarnya dapat merasakan manfaat melalui interaksi yang harmonis antara masyarakat dan alam,” kata Darman.
Dirinya mencontohkan, seperti di Pulau Kaledupa TN Wakatobi, pemanfaatan kawasan perairan laut yang dilakukan oleh masyarakat dapat dikatakan cukup tinggi, namun dirasa masih kurang efektif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan fasilitasi melalui program peningkatan usaha ekonomi masyarakat.
Forum Kemitraan Nelayan Desa Horuo dan Desa Mantigola, disebutnya merupakan salah satu kelompok dampingan Balai Taman Nasional Wakatobi yang sedang mengembangkan budidaya lobster mutiara di Desa Horuo-Mantigola Kecamatan Kaledupa yang masuk dalam kawasan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II, TN Wakatobi.
“Pemberian bantuan melalui program peningkatan usaha ekonomi masyarakat ini didasarkan pada harapan dan cita-cita agar pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan. Program ini juga diharapkan dapat merubah cara berpikir nelayan disana untuk mau melakukan upaya budidaya, agar tidak selalu mengandalkan penangkapan di alam yang lambat laun tidak akan mampu mencukupi konsumsi masyarakat yang selalu meningkat,” ungkap Darman.
Darman melanjutkan, lobster mutiara merupakan hewan konsumsi air laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keistimewaan lainnya adalah rasa daging yang gurih dan lezat. Permintaan pasar yang tinggi baik dari dalam maupun luar negeri.
“Peluang pembudidayaan masih sangat terbuka dengan adanya potensi lahan perairan di Desa Horuo dan Desa Mantigola dan belum dilakukan secara optimal,” tegas Darman.
Selanjutnya, Darman juga menyampaikan bahwa tujuan utama dari pengembangan ekonomi masyarakat sekitar kawasan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya alam laut, dan peningkatan kelembagaan kelompok agar dapat bersinergi untuk menghasilkan suatu produk yang mampu memberikan nilai tambah dan bermanfaat bagi masyarakat.
Darman membeberkan, rumah Budidaya dibangun dan dikelola bersama-sama oleh anggota kelompok masyarakat, baik secara individu ataupun secara gotong-royong. Jumlah bantuan modal yang diberikan kepada Forum Kemitraan Nelayan sebesar 50 juta rupiah, untuk pembelian bahan bangunan, bibit dan pakan lobster mutiara.
“Saat ini budidaya keramba lobster mutiara sudah berjalan selama lebih kurang lima bulan dan direncanakan akan dilakukan panen pada bulan Agustus tahun ini. Peluang bisnis budidaya lobster mutiara cukup menjanjikan. Bibit yang dilepaskan awalnya berjumlah 115 ekor dengan berat total bibit 25 kg, jika dibudidayakan selama 8 bulan, maka diproyeksikan akan mencapai berat 1 kg per satu ekor lobster. Harga pasar lobster mutiara per kilogramnya mencapai Rp. 1,200,000,” ungkap dia.
Darman mengakui, adanya pandemi Covid-19 tentunya menjadi ancaman yang cukup menakutkan bagi kelompok pengelola keramba. Pasalnya harga lobster mutiara yang semula cukup tinggi dipasaran, dikhawatirkan terdampak karena adanya pembatasan sosial.
“Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pihak Taman Nasional Wakatobi untuk memberi semangat dan dukungan kepada kelompok dalam mengelola keramba sebaik-baiknya, karena dimasa-masa seperti saat ini selalu ada optimisme untuk maju dan keluar dari berbagai kesulitan,” tandas Darman.
Laporan: Sulistyawan