KedaiPena.Com- Sebagai bagian dari rangkaian Presidensi DPR RI dalam forum perkumpulan antar parlemen ASEAN atau ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-44, DPR RI menyelenggarakan sidang Komite Perempuan Parlemen AIPA (WAIPA), pada 3-6 Juni, di Kota Padang, Sumatera Barat. Sidang tersebut dihadiri anggota parlemen perempuan dari 6 (enam) negara anggota AIPA.
Hadir selaku delegasi DPR RI, Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin utarakan pentingnya adopsi kebijakan insentif pendanaan untuk tingkatkan keterwakilan perempuan dan pelaksanaan kebijakan afirmasi oleh partai politik (parpol).
“Dalam melaksanakan kebijakan afirmasi, fokusnya masih pada pemenuhan jumlah pencalonan perempuan saja, seperti kuota minimal 30 persen yang diterapkan di banyak negara, termasuk Indonesia. Padahal dibalik angka itu, justru kebijakan ini adalah strategi untuk mentransformasi agenda politik supaya lebih inklusif dan ramah bagi politisi perempuan. Jadi, kita harus terus ingatkan kepada parpol, penyelenggara pemilu, dan perempuan sendiri bahwa yang dikejar bukan hanya angka, tapi juga penciptaan lingkungan politik yang suportif,” ungkap Puteri pada sesi Diskusi Panel dengan tema ‘Enhancing ASEAN Resilience through Women Leadership and Gender-Responsive Parliament’ Selasa,(6/6/2023).
Puteri juga menyampaikan bentuk implementasi kebijakan tindakan afirmasi di Indonesia. Puteri menegaskan, pelaksanaan kebijakan afirmasi bagi perempuan di ranah politik dalam UU Pemilu.
“Pelaksanaan kebijakan afirmasi bagi perempuan di ranah politik dalam UU Pemilu dan UU Partai Politik sudah lebih dari 1 dekade. Namun, pelaksanaannya masih belum optimal. Mungkin, karena belum adanya sanksi bagi parpol yang melanggar maupun insentif jika memenuhi. Apalagi, kebijakan penetapan pencalonan peserta pemilu bergantung sepenuhnya pada kebijakan internal parpol,” ujar Puteri.
Lebih lanjut, Puteri juga menyebutkan adanya skema insentif yang telah diterapkan negara lain sebagai benchmarking kebijakan guna mendorong implementasi kebijakan afirmasi yang lebih baik di Indonesia.
“Beberapa negara sahabat memberikan insentif berupa tambahan pendanaan bagi parpol yang memenuhi kuota representasi perempuan dalam pemilu, atau jika mereka menyediakan pendidikan politik berbasis gender kepada kadernya. Skema insentif ini menarik untuk kita diskusikan lebih lanjut, seberapa efektif dampaknya dan seperti apa adopsi yang sesuai diterapkan di Indonesia atau negara ASEAN lainnya,” ungkap Puteri.
Diskusi panel menghadirkan Perwakilan UN Women Indonesia dan Liaison to ASEAN Jamshed M. Kazi, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Sri Zul Chairiyah, MA, serta Kepala Praktik Politik Inklusif Westminster Foundation for Democracy (WFD) Cecillia Makonyola. Hasil diskusi panel tersebut akan menjadi masukan untuk tema yang akan diangkat dalam Sidang Komisi WAIPA pada bulan Agustus mendatang.
Laporan: Muhammad Hafidh