RENTANG waktu antara hari pemungutan suara (17/4/2019) sampai penetapan hasil pemilu (22/5/2019) adalah waktu yang terlalu lama yang memungkinkan sejumlah pihak melakukan kecurangan dengan berbagai pola.
Waktu menunggu lebih dari satu bulan ini bisa menjadi celah berbagai kecurangan yang merusak kualitas pemilu.
Setidaknya ada tiga pola kecurangan pemilu yang kemungkinan besar terjadi di antara waktu menunggu penetapan resmi hasil pemilu 2019 hingga satu bulan lebih itu.
Pola ini jika terjadi secara masif akan mengubah perolehan suara hasil pemilu secara nasional.
Dibawah ini adalah deskripsi dari tiga pola tersebut.
Pola Curang Secara Administrasi
Pola ini diduga kuat memungkinkan dilakukan dengan cara mengganti angka hasil rekapitulasi.
Jumlah suara yang dihitung tak sesuai dengan jumlah pada formulir model C1 yang asli.
C1-nya diubah dengan angka yang sesuai dengan keinginan oknum atau kelompok politik partai atau tim kontestan.
Formulir C1 adalah catatan hasil penghitungan suara di TPS. Hasil penghitungan suara awalnya dicatat di formulir C1 plano, kemudian dipindahkan ke C1 kuarto yang ukurannya lebih kecil.
Setelah dicatatkan di TPS, formulir C1 selanjutnya dibawa ke tingkat kecamatan untuk dilakukan proses rekapitulasi penghitungan suara.
Rentang berbahaya yang memungkinkan dilakukan upaya merubah angka perolehan suara yang tertulis di form C1 adalah rentang saat C1 dibawa ke kecamatan kemudian ke Kabupaten dan ke Provinsi.
Pola Memfasilitasi Kecurangan
Pola ini diduga kuat memungkinkan dilakukan oleh komisioner KPU dan Panwaslu di tingkat Kabupaten yang tak terjangkau pengawasan, bahkan panitia pengawas juga ikut memfasilitasi atau memudahkan kecurangan yang dilakukan para oknum caleg atau partai politik maupun tim pemenangan pilpres.
Pola ini dimungkinkan dilakukan dengan memberikan sejumlah uang kepada komisioner KPU maupun panwas di daerah. Prof. Dr. Mahfud MD mengemukakan bahwa memang kecurangan pemilu itu banyak, tidak hanya satu pihak tapi semua pihak.
Pola ini juga bisa terjadi tanpa uang tetapi karena komisioner atau panwas adalah orang yang menjadi komisioner atau panwas atas jasa rekomendasi partai politik atau intervensi kekuatan politik tertentu maka dimungkinkan komisioner atau panwas melakukan tindakan memfasilitasi kecurangan para kontestan.
Komisioner memfasilitasi dengan cara ‘mengamankan suara’ kontestan, sementara panwas memfasilitasi dengan cara tidak melakukan pengawasan secara semestinya pada kontestan.
Pola Membangun Opini Publik
Pola ini dilakukan pada masa menunggu penetapan resmi KPU pada 22 Mei 2019. Selama masa menunggu inilah berbagai opini publik dibangan.
Hal ini dilakukan dengan tujuan membangun opini publik seolah-olah partai atau capres nya menang.
Opini ini kemudian disebar melalui media sosial secara masif sehingga mempengaruhi opini publik.
Oleh Ubedilah Badrun, analis sosial politik UNJ