PUBLIK kembali ditarik-tarik dalam kegaduhan. Setelah kasus penunjukkan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina, kini pengangkatan tujuh staf khusus presiden dari kalangan millenial juga menuai kontroversi.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bahkan mengibaratkan penunjukkan tujuh staf millenial seperti layaknya anak sekolah yang sedang magang.
Setidaknya ada tiga isu yang mengundang kontroversi. Pertama, soal kapasitas dan kapabilitas. Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis ekonomi. Para pejabat ekonomi berkali-kali menyebut krisis global telah berdampak pada pelambatan ekonomi nasional.
Sementara para pakar menyebut Indonesia di ambang resesi. Sejumlah negara telah dinyatakan resmi memasuki resesi yakni Turki dan Hong Kong. Sejumlah negara juga diprediksi akan masuk resesi di antaranya: Inggris, Jerman, Italia, Cina, dan lain-lain.
Menghadapi situasi ekonomi global yang makin tidak menentu, selevel Professor Stiglitz ketika berbincang dengan Euronews pada 14 November lalu menyatakan kesediannya masuk gelanggang politik lagi jika Capres Partai Demokrat memenangkan Pilpres AS.
Menurutnya, ekonomi dunia saat sedang stagnan, bahkan versi Presiden Perancis Emmanuel Macron disebut telah krisis, maka dalam situasi krisis dibutuhkan nasihat pemikir-pemikir besar.
Bagaimana kapabilitas Stafsus Millenial? Pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem mungkin dapat dijadikan jawaban yang tepat. Stafsus millenial ibaratnya anak sekolah yang sedang magang. Sehingga akan sulit diharapkan masukan-masukan besar untuk presiden.
Kedua, gaji yang fantastis. Publik terkaget-kaget melihat besaran gaji yang akan diterima Stafsus Millenial, Rp51 juta per bulan. Banyak yang kemudian membandingkan gaji stafsus millenial dengan gaji guru honorer yang dikabarkan masih ada yang menerima Rp300 ribu.
Negara dipaksa mengeluatkan uang yang sangat besar untuk para Stafsus Millenial yang diragukan kapasitas dan kapabilitasnya. Bahkan pakar hukum tata negara Refly Harun menyebut hanya buang-buang uang negara, yang dikumpulkan dari pajak rakyat, belum tentu presiden dapat masukan yang sesuai.
Ketiga, penunjukkan diduga faktor orang tuanya. Salah seorang Stafsus Millenial, yakni Putri Tanjung, ternyata diketahui sebagai anaknya pengusaha papan atas Chairul Tanjung. Publik pun menyimpulkan faktor orang tua sangat menentukan.
Banyak yang menyangsikan kapasitas dan kapabilitas para stafsus millenial dalam memberi masukan kepada presiden. Sehingga tidak salah jika muncul kecurigaan adanya agenda lain yang sedang ditarget oleh Presiden Jokowi.
Di saat yang hampir bersamaan sedang diopinikan memperpanjang jabatan presiden menjadi 3 periode, mendompleng isu amandemen terbatas UUD 1945. Jika opini tersebut terus menggelinding, bukan tidak mungkin Joko Widodo akan tampil kembali dalam kontestasi Pilpres 2024-2029.
Penunjukkan stafsus millenial bisa jadi hanya akan dijadikan sebagai kuda troya untuk menggaet dukungan kelompok millenial. Kelompok millenial memiliki populasi 42 juta orang dari total DPT Pemilu 2019. Maka sudah tepat menjadikan stafsus millenial sebagai garda terdepan untuk memuluskan perpanjangan jabatan presiden menjadi 3 periode.
Jokowi mungkin ingat bahwa aksi demonstrasi menolak Revisi UU KPK dan RUU KUHP beberapa waktu lalu didominasi oleh kelompok millenial yakni mahasiswa dan pelajar. Maka penunjukkan stafsus milenial bisa untuk meminimalisiar potensi penolakan kelompok milenial.
Oleh Sya’roni, Ketua Presidium Prima (Perhimpunan Masyarakat Madani)