KedaiPena.Com- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mendorong adanya reformasi kultur dan struktur di manajemen sumber daya manusia khususnya di sektor hukum. Pasalnya,penegakan hukum dan keadilan merupakan harapan terakhir masyarakat terhadap kesewenangan kekuasaan dan pemerintahan.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta memberikan catatan pembenahan di sektor hukum pada tahun 2024. I Wayan mengingatkan budaya organisasi dan sumber daya manusia harus diarahkan pada keadilan, transparansi, profesionalisme, akuntabilitas, dan mengutamakan integritas.
“Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang dapat memberikan teladan dan tegas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara bersih dan tidak pandang bulu serta lebih responsif dan berorientasi pada layanan publik,” ujar dia, Selasa,(2/1/2024).
Wayan mengungkapkan, hal kedua yang harus dibenahi ialah terkait dengan pelaksanaan mekanisme atau sistem layanan di sektor penegakan hukum yang kurang responsif dan berkualitas.
Selain masih adanya praktek mafia hukum, sektor penegakan hukum masih kental dengan rendahnya kualitas dan responsivitas yang ditandai dengan menurunnya tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat.
Sebagai contoh indikasi, penerimaan pengaduan terkait dengan implementasi layanan sistem penegakan hukum di tahun 2023 juga sangat tinggi.
Wayan mengatakan pada sistem pengaduan masyarakat di DPR terkait penegakan hukum masyarakat, banyak masyarakat mengeluhkan kurang profesional dan responsifnya implementasi mekanisme penegakan hukum (sekitar 70 persen).
Namun di satu sisi, institusi penegak hukum tampak lebih responsif jika kasus tersebut telah viral atau menyangkut kepentingan tertentu.
“Sistem penegakan hukum ini harus mampu meningkatkan responsivitas layanan publik,” ujar Wayan.
Namun, ia mengingatkan, jangan sampai hal itu disalahartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kecepatan dalam penanganan perkara hingga selesai saja atau tidak memperhatikan kualitas keadilan dan kemanfaatannya.
Refleksi ketiga terkait dengan independensi dan netralitas sistem peradilan dan penegakan hukum.
Menurutnya, pada saat ini banyak undang-undang yang telah lahir, baik di sektor materiil (seperti KUHP, UU Narkotika, UU ITE, UU Tipikor), maupun kelembagaan (UU Pemasyarakatan, UU Kejaksaan, UU Imigrasi) dan lain-lainnya yang terkait dengan penegakan hukum.
Di level kebijakan hampir seluruh celah menjadi pembahasan dan disikapi dengan aturan untuk membatasi atau mengeliminasinya.
Akan tetapi, dalam implementasinya, sistem penegakan hukum masih sangat terpengaruh dengan kekuasaan atau kepentingan politis tertentu, yang seolah mencerminkan negara kekuasaan (machtstaat).
“Seperti contohnya, terakhir kita melihat fenomena adanya gangguan pada kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Konstitusi yang tercemar akibat oknum tertentu yang mencoba untuk melebarkan pengaruh kekuasaan dan jabatannya,” ujar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Kemudian bagaimana seorang Jenderal Polisi memengaruhi seluruh instansi terkait untuk mencoba mengaburkan fakta dan alat bukti yang memberatkannya.
Wayan menilai dalam implementasi Undang-Undang, terlihat banyaknya celah yang kemudian disikapi dengan sikap kurang profesional dan netral atau dengan kata lain memihak kepada kekuasaan tertentu.
Oleh sebab itu, banyak kajian akademis maupun opini masyarakat yang terlihat di berbagai media, memperlihatkan ketidakpuasan masyarakat akan sistem peradilan atau penegakan hukum.
“Semoga di tahun 2024, perubahan ini dapat dibangun dan ditanamkan sehingga dapat berdampak pada fondasi dan perbaikan sistem penegakan hukum yang modern secara jangka panjang,” tandas Wayan seperti dikutip dari dpr.go.id.
Laporan: Muhammad Lutfi