KedaiPena.Com – Ada tiga elemen penting pandangan Indonesia terhadap pembentukan the Santiago Network for Loss and Damage (SNLD), yang merupakan bagian aksi pengendalian perubahan iklim. Yaitu tujuan, operasionalisasi dan fungsi SNLD khususnya bagi negara berkembang.
“Peran SNLD diharapkan mampu menjadi katalisator dalam memberikan bantuan teknis kepada negara berkembang dalam upaya mencegah, meminimalkan, dan mengatasi kerugian dan kerusakan (loss and damage),” kata Wakil Menteri LHK Alue Dohong dalam July Ministerial Meeting COP26 UNFCCC, belum lama ini.
“Dalam operasionalnya berdasarkan prinsip country-driven dan fungsinya mencerminkan perspektif kebutuhan pemangku kepentingan, terutama negara berkembang,” sambung Wamen Alue.
Agar berjalan cepat dan efektif, operasionalisasi SNLD harus dilakukan melalui pengaturan kelembagaan yang tepat. Hal-hal teknis dan finansial juga harus dibahas secara menyeluruh untuk memastikan SNLD dioperasionalkan secara efektif.
Terkait dukungan baik dari dalam maupun luar UNFCCC terhadap SNLD ini, Indonesia menggarisbawahi empat hal. Pertama, SNLD harus terhubung dengan baik dan terintegrasi dalam pengaturan kelembagaan di bawah Konvensi dan Paris Agreement. Kemudian, SNLD harus memiliki hubungan yang dinamis dan sinergi dengan para pakar, terutama dalam menentukan cara terbaik untuk memberikan bantuan teknis di lapangan.
“Kami juga mempertimbangkan peran penting Disaster and Risk Reduction dan komunitas kemanusiaan untuk mendukung fungsi SNLD, karena mereka telah membangun kapasitas yang kuat dalam memberikan bantuan teknis di lapangan. Dan terakhir, fungsi SNLD seharusnya tidak hanya menghubungkan aktor dan kebutuhan, tetapi juga koordinasi dan akses terhadap pendampingan dan sarana implementasinya,” ujar Wamen Alue.
Selanjutnya, Wamen Alue menyampaikan putusan di COP26 Glasgow terhadap pasal 6, harus memuat unsur-unsur yang diperlukan untuk segera mengoperasionalkannya tahun depan. Begitu juga dengan program kerja untuk masalah-masalah yang diperlukan untuk pelaksanaan sepenuhnya pasal ini.
Untuk itu, Indonesia menyampaikan usulan untuk mencari solusi bersama agar Pasal 6 dapat segera di operasionalkan, antara lain, pertama, meningkatkan ambisi dan implementasi capaian NDC melalui pendekatan kerjasama dan dukungan pendanaan antar Negara Anggota.
Hal ini dilakukan untuk memastikan tercapainya integritas lingkungan dari aksi mitigasi yang dilakukan, dan mengacu prinsip TACCC (transparan, akurat, lengkap, dapat diperbandingkan dan konsisten) dan sesuai dengan national circumtances (kondisi negara).
Kedua, dalam rangka mengindari double claiming dalam pengurangan emisi apabila kegiatan CDM transisi ke mekanisme Pasal 6.4, dilakukan melalui corresponding adjustment, penggunaan methodology terbaik dalam penyusunan baseline, transparan dalam pelaporan dan berdasarkan national circumtances.
Ketiga, transisi hasil CDM CER Unit yang dihasilkan sebelum 2020, Indonesia tidak setuju karena akan mengurangi ambisi dan investasi, namun demikian Indonesia setuju kegiatan CDM di transisikan ke mekanisme Pasal 6.4 selama memenuhi kriteria kelayakan mekanisme Pasal 6.4.
Keempat, dalam hal penyediaan dana untuk kegiatan adaptasi dapat dilakukan melalui SoP (Share of Proceed) dalam bentuk Adaptation Fund dalam mekanisme Pasal 6.4. Sedangkan Pasal 6.2 penyedian dana untuk kegiatan adaptasi dapat dilakukan sesuai kesepakatan Kedua belah pihak yang bekerjasama.
Kelima, selain mekanisme pasar dari Pasal 6.2 dan 6.4 dalam implementasi NDC, penting juga untuk mendorong melalui mekanisme non pasar dalam Pasal 6.8 PA. Hal penting adalah bagaimana finalisasi work program melalui kerjasama sukarela melalui Non Pasar untuk implementasi NDC dapat diselesaikan.
Keenam, Indonesia juga mendorong Pasal 6 Kesepakatan Paris dapat di adopsi di COP 26 Glasgow, mengingat peran Pasal 6 sangat penting dalam mendukung peningkatan ambisi dan implementasi NDC untuk mencapai tujuan jangka panjang suhu global dapat ditekan sampai 1.5°C.
“Mari kita bekerja sama dengan hasil yang bermanfaat, dan memberikan arahan politik yang jelas dan konstruktif kepada para negosiator. Dengan begitu, akan tercapai kesepakatan berlandaskan semangat keadilan dan kesetaraan, sehingga kita dapat mengadopsi keputusan yang telah lama tertunda pada Article 6 Paris Agreement,” tutur Wamen Alue.
Laporan: Muhamma Lutfi