21 Januari 2016 lalu, pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi-JK memberikan sebuah “kejutan” kepada seluruh rakyat ,Indonesia khususnya warga Jawa Barat.
Jokowi melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung atas kerjasama konsorsium BUMN Indonesia dengan pemerintah China. Proyek ini dikerjakan oleh perusahaan PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dengan nilai proyek yang sangat fantastis kurang lebih Rp70 triliun.
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara kritis dalam proyek kereta cepat tersebut. Pertama, bahwa PT. KCIC hingga hari ini belum memegang surat izin atas pelaksanaan proyek tersebut.
Persyaratan tersebut sebenarnya diatur dalam Peraturan Menteri No. 66 tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum.
Bahwa dalam Peraturan Menteri tersebut secara jelas bahwa perizinan tersebut bukan hanya masalah administratif belaka, namun evaluasi rancang bangun dan analisis aspek keselamatan.
Proyek ini tentu tanpa perencanaan yang matang sehingga ditakutkan bahwa pembangunan kereta cepat ini sangat prematur, sehingga perlu pengkajian ulang yang matang terhadap pelaksanaan proyek tersebut.
Yang kedua, bahwa jika kita melihat urgensi-nya tentu setelah melakukan analisis yang cukup dalam, saya menilai bahwa kereta cepat ini sangat tidak urgensi bagi warga Jawa Barat khususnya dan hanyak menguntungkan segelintir kelompok saja.
Yang ketiga, dalam proyek kereta cepat ini sangat bernuansa politis karena ketika kita melihat dokumen RPJMN tidak tercantum proyek kereta cepat ini. Maka dalam hal ini, KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia harus melakukan pengawasan super ketat terhadap proyek ini.
Oleh Andre Lukman, Pengurus HMI Cabang Bandung