Kedaipena.com – Persoalan hilangnya tanah orang Betawi, termasuk masalah dalam hak asasi manusia. Sebab kepemilikan tanah berimplikasi pada hak ekonomi, sosial dan budaya.
Demikian disampaikan oleh sosiolog perkotaan Sri Palupi pada diskusi “Tuker Pikiran Betawi Kita” di Komunitas Bambu, Depok, Jakarta, Minggu (27/3).
Menurutnya, hak tentang tanah tidak tertulis secara impilisit. Tapi, tanah merupakan basis utama pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Betawi. Dalam masyarakat adat dan tradisional, tanah dan hutan merupakan bagian dari kehidupan, sehingga tidak bisa dilepaskan sebagai identitas.
Ia menjelaskan, dampak dari tidak terpenuhinya hak-hak tersebut menyebabkan banyaknya orang Betawi berganti profesi.
“Dahulunya, orang Betawi menjual sayur- sayuran dari tanah pribadi. Namun karena tanah semakin langka, banyak dari mereka yang berganti profesi menjadi tukang ojek dan terpaksa mengontrak. Mereka kehilangan lahan pribadi demi pembangunan Ibu Kota,” tambah dia.
“Uang ganti rugi yang tidak layak telah membuat masyarakat Betawi menjadi kaum minoritas dan munculnya stigma negatif. Seperti masyarakat Betawi merupakan kaum inferior di tengah banyaknya pendatang, lalu tidak kreatif serta tidak berpendidikan. Indentik dengan orang Betawi cuma bisa jual tanah,” tutur Sri.
(Prw/Apit)