KedaiPena.Com – Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam berinvestasi bitcoin.
Ketiga lembaga tersebut menilai bitcoin adalah instrumen yang belum memiliki regulasi yang jelas dan fluktuasi nilai tukarnya sangat tinggi.
Dekan Fakultas Teknologi Informasi Perbanas, Dr. Harya Widiputra mengaku, setuju dengan pernyataan yang disampaikan oleh ketiga lembaga berbeda tersebut. Menurutnya, keberadaan bitcoin sebagai alat transaksi memang tidak sah.
“Ya sebenarnya tidak hanya bitcoin, alat transaksi keuangan apapun selain rupiah ya tidak sah. Kalau, diatur oleh UU kita, alat pembayaran yang sah adalah rupiah,” ujar Harya saat dihubungi KedaiPena.Com, Minggu (24/12).
“Meskipun transaksi rupiah bisa saja dilakukan melalui berbagai media, seperti kartu kredit, kartu debit, e-money atau transaksi via internet dan sms banking yang tidak ada fisik uangnya. Namun tetap dalam rupiah,” sambung dia.
Selain tidak sah sebagai alat transaksi, kata Harya, bitcoin juga tidak bisa dijadikan sebuah komoditas. Sebab pergerakan harga bitcoin sangat fluktuatif. Tidak seperti emas, yang mudah untuk diinvestasikan.
“Di sini ada aspek judi atau ‘gambling’ timbul. Makanya, MUI juga mencegah karena aspek investasinya adalah ‘gambling’ dari fluktuasi nilai bitcoin, beda dengan komoditas umumnya,” imbuh Harya.
Tidak hanya itu, lanjut Harya, ketidakjelasan atas asal usul bitcoin dan pergerakannya yang sangat fluktuatif juga membawa risiko yang tinggi. Oleh sebab itu, Harya juga meminta masyarakat untuk menghindari bitcoin.
“Bentuk transaksi keuangan tentunya bisa berubah menjadi digital, tapi tetap dengan mata uang yang sudah dikenal dan disahkan oleh negara. Berbeda peredaran bitcoin yang tidak jelas siapa regulatornya. Disini lah masalah utama menurut saya,” pungkas Harya.
Laporan: Muhammad Hafidh