KedaiPena.Com – Echdemomania Adventure bekerjasama dengan Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia, menyelenggarakan ‘talkshow’ di Gedung Museum Tanah dan Pertanian Bogor.
Acara bertemakan Sinergitas Pecinta Alam dan Relawan digelar pada Minggu (24/11/2019).
Kegiatan ini pun diisi oleh beberapa narawicara yang memang berkompeten di dunia kerelawanan.
Di antaranya ada praktisi media, Dokter Lelitasari Danukusumo, penggiat BSC, Iwan Firdaus dan penggiat ‘outdoor’, Ade Kocil.
Datang juga perwakilan BPBD Kota Bogor, Melinda dan Kepala Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, Retno Sri Hartati Mulyandari.
Dalam sambutannya, Retno sangat mengapresiasikan acara ini. Bahkan meminta tim Echdemomania Adventure agar sesering mungkin mengadakan kegiatan-kegiatan positif lainnya di lingkungan museum tanah dan pertanian.
Selain itu Retni pun mengajak para peserta ‘talkshow’ untuk ikut mempromosikan dan berkunjung ke museum dan perpustakaan pertanian.
“Saya mengharapkan ada sesuatu yang beda yang terus dimunculkan oleh para penggiat alam dan relawan, karena pada dasarnya kegiatan alam terbuka sangat berhubungan dengan pertanahan dan pertanian. Sehingga para pecinta alam bisa menjadi relawan untuk pelestarian budaya dan lingkungan, khususnya museum agar terus hidup dan jangan takut, masuk museum tanah ini gak berbayar alias gratis,” ucap Retno.
Sesi pertama pada ‘talkshow’ Sinergitas Pecinta Alam dan Relawan disampaikan oleh Melinda, perwakilan BPBD Kota Bogor.
Menurut beliau, BPBD melakukan mitigasi bencana di setiap desa/kelurahan yang ada di Kota Bogor dan telah dicanangkan kelurahan tangguh bencana atau disingkat dengan Katana. Katana ini beranggotakan para relawan penanggulangan bencana dari masyarakat setempat.
Sementara itu, menurut penggiat BSC, Iwan Firdaus mengatakan, untuk menjadi relawan tidak hanya dengan memiliki niat saja, tapi harus diasah juga keahliannya. Relawan juga harus punya etika, tidak semena-mena mengambil gambar korban dan menyebarluaskannya di sosmed tanpa mengaburkan gambar korban.
“Di lokasi bencana, kita penolong bukan wisatawan bencana jadi harus tahu etika. Relawan itu bukan di kebencanaan saja, tapi menolong ‘survivor’ kanker pun termasuk relawan dalam kemanusiaan,” tegas Iwan yang merupakan salah satu CareGiver Kanker di Yayasan Lavender Indonesia.
Di tempat yang sama, penggiat ‘outdoor’ Ade Kocil menerangkan, di lapangan, sebagian besar relawan adalah berasal dari penggiat alam. Tak dipungkiri lagi, tenaga maupun solidaritas di lokasi relawan dari pecinta alamlah yang diandalkan.
“Relawan dan penggiat alam itu gak bisa di pisahkan. Namun jangan pernah sok jago ingin jadi relawan kalau kita tidak mempunyai keahlian, tidak punya ‘basic’ yang kuat,” lanjut Kocil.
Sebelum ingin menjadi relawan, harus dipikirkan hal-hal lainnya. Jangan sampai meninggalkan keluarga dalam keadaan tak terurus dan kewajiban pribadi lainnya terbengkalai.
Ada baiknya, sambung dia, untuk menjadi relawan itu harus memiliki pengetahuan, ‘skill’, tergabung dengan lembaga terpercaya/NGO yang menjamin keselamatan diri, mobilitas selama terjun di kebencanaan dan materi yang mumpuni untuk keluarga.
“Saya punya mimpi, ada sebuah wadah, lembaga yang bisa menjamin kesejahteraan para relawan. Jadi ketika ada relawan yang mengalami kecelakaan ataupun gugur ketiga tugas di kebencanaan, mereka tidak hanya sekedar mendapatkan ucapan belasungkawa dan kiriman karangan bunga. Tapi ada sebuah kelanjutan, kesinambungan untuk keluarga yang ditinggalkan,” harapnya.
Lain halnya menurut dokter Lelitasari. Ia menekankan bahwa untuk menjadi relawan pun harus paham dengan keadaan di lokasi bencana dan harus memperhatikan ‘safety prosedur’.
“Jangan pernah menjadi relawan ‘ucluk-ucluk’ atau relawan yang gak paham keselamatan diri sendiri. Kita itu relawan yang mau bantu korban, bukan malah kita yang dibantu oleh korban. Jangan sampai kita merepotkan di lokasi bencana,” ucap dokter yang biasa di panggil Lita ini.
Kegiatan yang di hadiri kurang lebih 70 orang dari berbagai komunitas dan organisasi pecinta alam dan relawan ini ditutup dengan foto bersama.
“Ke depannya, Echdemomania Adventure akan mengadakan kegiatan latihan peningkatan ‘basic skill’ bagi pecinta alam dan relawan, tentunya dengan instruktur yang sudah berpengalaman di bidangnya,” ucap Elly selaku ‘Founder’ Echdemomania Adventure.
Laporan: Muhammad Lutfi