Artikel ini ditulis oleh Juru Bicara Presiden era Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi.
Saya kira ini menarik. Saya ungkapkan dulu pribadi saya. Hubungan saya dengan Gus Dur itu lebih dari sekedar juru bicara, lebih ke hubungan batin.
Saya selalu bilang, saya juru bicara kebatinan. Apa yang Gus Dur pikirkan, saya bisa sampaikan. Saya gak tahu, suka nyambung aja.
Saya kan suka menyampaikan. ‘Gus saya tadi ngomong begini atas dasar pertanyaan wartawan atau masyarakat, oh saya nanti juga akan ngomong begitu’.
Jadi gak jelas yang juru bicara itu siapa. Dan Yahya Staquf (Ketua PBNU saat ini) tahu itu.
Sampai 10 tahun yang lalu. Orang itu menghormati saya karena mantan Juru Bicara Gus Dur. Ya orang hormat, respek lah.
Tapi beberapa tahun ini saya seperti mendapat beban. Orang tidak menghormati, tidak seperti dulu lagi.
Orang kalau ketemu saya suka nanya, Mas Adhie gimana itu PBNU, gimana itu PKB, kok bisa begitu. Saya menjadi tumpuan kekesalan masyarakat atas PBNU.
Saya jelaskan dulu, saya memang dekat dengan Yahya Staquf. Selama menjadi jubir presiden, hampir setiap hari saya sama dia.
Jadi saya dari Bekasi itu ke Kalibata dulu, ke tempat rumah dinas bapaknya di DPR itu, kemudian saya taruh mobil, lalu naik mobil dia ke Istana.
Pulangnya juga begitu. Pulang ke rumah dia dulu, ngobrol sampai malam, baru saya pulang. Begitu setiap hari.
Saya dulu merasa sangat paham Yahya Staquf. Tapi begitu dia jadi ketua umum saya jadi gak paham.
Saya ingat dulu tiba-tiba pernah dipanggil Gus Dur, sama Yahya. Waktu itu Presiden, di Istana.
Kemudian Gus Dur berceritalah, ada petinggi NU mengkomersialkan, menggunakan PBNU untuk nge-deal gitu. Itu tahun 2001 awal, ya.
Yang menarik itu, Gus Dur sambil menangis terbata-bata, kalau jabatan saya yang Presiden dikomersialkan, disalahgunakan, saya masih bisa terima.
Tapi ini PBNU, yang mendirikan PBNU itu kan kakek saya. Itu yang bikin dia terharu.
Yahya ada disitu. Yahya paham itu. Tidak boleh menggunakan PBNU untuk kepentingan lain, kecuali untuk umat.
Karena itu, ketika muncul peristiwa-peristiwa yang lain, dan terakhir soal tambang, saya gak paham itu. Apakah Yahya lupa peristiwa itu.
[***]