Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Politik.
Bagaimana peluang Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 yang oleh banyak kalangan disebut sebagai capres reject, yang selain minim prestasi ternyata lebih banyak mengandalkan gimmick di sosmed dan media online?
Reject ialah istilah untuk menunjukkan barang yang tak layak masuk dalam penjualan, karena mutunya yang rendah.
Sedangkan gimmick ialah gerak-gerik yang bertujuan meyakinkan orang lain dengan cara mengelabui.
Banyak kalangan menyayangkan PDIP, partai besar yang berakar dari PNI, yang didirikan Sukarno kini tak punya capres yang sebanding untuk menghadapi Anies dan Prabowo.
Kata orang, ibarat petinju Ganjar Pranowo adalah petinju kelas ringan.
Dari banyak aspek level Ganjar dianggap berada jauh di bawah Anies dan Prabowo.
Antara lain intelektualitas, pergaulan internasional, gagasan, dan prestasi Ganjar dinilai paling lemah. Sehingga berpasangan dengan siapapun Ganjar bakal kalah.
Apa akibatnya buat PDIP?
Partai yang dibesarkan oleh Megawati dengan susah payah sejak era Orde Baru itu dipastikan bakal terseret dan mengalami tiga kerugian besar jika tetap memaksakan diri memasang Ganjar sebagai capres.
Pertama, PDIP akan kehilangan pemilih yang mengakibatkan pamor PDIP merosot dalam waktu 10 tahun ke depan.
Kedua, PDIP akan kehilangan kesempatan utuk melaksanakan ideologi Sukarno, yaitu Trisakti, yang bertujuan membuat Indonesia kokoh dan makmur.
Ketiga, PDIP akan mengalami masalah dalam regenerasi kepemimpinan. Pewaris-pewaris PDIP nyatanya tidak setangguh dan sekuat Megawati. Sehingga kemungkinan PDIP akan pecah.
Risiko besar ini terlalu mahal. Pertaruhannya bukan hanya perpecahan dan tergerusnya trah Sukarno di lapangan politik, lebih dari itu Megawati akan kehilangan legacy yaitu ideologi Sukarnoisme.
Gejala ini sendiri sudah terjadi dari ketidakmampuan Jokowi dalam mewujudkan Trisakti.
Karena itu banyak kalangan berharap otokritik, evaluasi, dan introspeksi, sebaiknya segera dilakukan oleh PDIP untuk menghitung kembali peluang Ganjar dalam Pilpres.
Otokritik atau evaluasi adalah hal yang lumrah untuk dilakukan apabila terjadi gejala yang tidak menguntungkan dalam sebuah perjuangan politik.
Dalam konteks Pilpres 2024 Megawati harus segera mencari pengganti Ganjar untuk menghindari berbagai risiko yang digambarkan di atas.
Salah satu tokoh yang selama ini diunggulkan oleh banyak kalangan adalah Dr Rizal Ramli.
Tokoh pergerakan mahasiswa ITB, 1978, ini selain memiliki pertalian sejarah dengan Sukarno yang juga pernah menempuh pendidikan di ITB dan sama-sama pernah dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung, akibat perjuangan melawan kekuasaan yang zalim, secara ideologis juga merupakan murid Sukarno.
Keberpihakannya yang kuat dalam membela wong cilik telah ia buktikan melalui tindakan yang konkret sebagai seorang ekonom.
Termasuk pada saat menjadi pejabat maupun saat di luar pemerintahan. Rekam jejaknya mengenai hal ini dapat diketahui oleh publik secara sangat terbuka melalui media massa dan sudah menjadi pengetahuan umum.
Oleh banyak kalangan langkah perjuangan Rizal Ramli di bidang ekonomi dinilai sangat sejalan dengan Trisakti yang merupakan ajaran Sukarno, yang mengedepankan kepentingan wong cilik berdasarkan azas mandiri dalam ekonomi, berdaulat dalam politik dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Keunggulan lain Rizal Ramli ialah pergaulannya yang luas di level internasional.
Antara lain pernah menjadi panel ahli bidang ekonomi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama sejumlah pemenang Nobel ekonomi, pandangan-pandangan ekonominya sangat dikenal dan didengarkan oleh banyak negara di dunia.
Sedangkan di kalangan NU kultural Rizal Ramli adalah pembela kepentingan ekonomi kaum Nahdliyin yang mayoritas merupakan masyarakat di lapisan bawah.
Keberpihakannya ini membuat Rizal Ramli sangat dikenal dan mendapatkan dukungan luas dari kalangan NU kultural.
Selain karena kedekatannya dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dua figur ini sama-sama dikenal sebagai tokoh pro rakyat.
Lebih dari itu Rizal Ramli ialah tokoh erudisi (berpengetahuan luas), berani, dan dikenal memiliki integritas yang tinggi.
Selain cirinya sebagai seorang ekonom yang memiliki kemampuan problem solvers dengan tipe kepemimpinan operational leadership.
Mencari tokoh yang tepat untuk menggantikan Ganjar Pranowo dari posisinya sebagai capres reject yang hanya mengandalkan gimmick, bukan hanya berarti menyelamatkan PDIP dari kerugian-kerugian yang tak perlu, lebih dari itu ialah berarti menyelamatkan Trisakti-Sukarnoisme, dan juga menyelamatkan Indonesia dari berbagai kehancuran yang kian menyengsarakan kehidupan wong cilik.
[***]