Testimoni ini disampaikan oleh Hairul Subki, aktivis pergerakan mahasiswa Angkatan 1978, Bandung, yang bersama Dr Rizal Ramli turun ke jalan mendukung gerakan mahasiswa 1998.
KEDEKATAN hubungan saya dengan Bang Rizal Ramli layaknya sudah seperti hubungan persaudaraan.
Tidak terasa hubungan saya dengannya sudah lebih dari 45 tahun. Sebuah rentang waktu yang tentu saja bukan sebentar. Bermula dari GAK (Gerakan Anti Kebodohan), pada tahun 1976.
Konsep Gerakan Anti Kebodohan ini digagas dan dimotori secara langsung oleh Bang Rizal Ramli.
Ini adalah gerakan memperjuangkan wajib belajar bagi anak-anak Indonesia pada masa itu yang umumnya tidak mampu bersekolah. Antara lain karena kemiskinan.
Berdasarkan data pemerintah kala itu terdapat sekitar 8 juta anak Indonesia usia sekolah tanpa pendidikan.
Alhamdulillah, perjuangan panjang berbekal kegigihan Bang Rizal Ramli dan kawan-kawan ini membuahkan hasil berupa Undang-Undang Wajib Belajar 9 Tahun yang kemudian berlanjut sampai hari ini.
Saya kagum dan salute sosok Bang Rizal Ramli sejak mahasiswa sampai kini tetap komit dan konsisten. Bersikap vokal dan kritis dalam menyuarakan kebenaran membela kepentingan rakyat banyak. Ia tidak khawatir meskipun untuk itu kehilangan jabatan. Saya memberinya julukan Old Soldier Never Die.
Saya pribadi tetap berdiri mendukung perjuangan Bang Rizal Ramli sejak tahun 1976, 1977, 1978, sampai hari ini.
Dalam era perjuangan mahasiswa 1998 menjelang kejatuhan pemerintahan otoriter Soeharto, Bang Rizal Ramli juga ikut berperan penting.
Hampir semua tokoh mahasiswa ‘98 pasti mengenal sosok dan peranan Bang Rizal Ramli dalam menurunkan Soeharto.
Pada masa itu saya mondar-mandir Bandung-Jakarta, ikut membuka Posko Tebet yang tak lain adalah kantor Econit (Economic, Industry, and Trade) yang dipimpin oleh Bang Rizal Ramli.
Kami, teman-teman yang datang dari Bandung, menginap di situ. Mendukung dan membantu kebutuhan para mahasiswa yang menduduki Gedung DPR Senayan.
Ini adalah masa-masa perjuangan yang penuh solidaritas. Kami tidur sekenanya saja beralaskan kardus bekas pembungkus minuman mineral. Posko Tebet memang penuh dengan logistik untuk membantu mahasiswa, seperti air mineral, berbagai jenis makanan, dan barang-barang kebutuhan lainnya untuk para mahasiswa.
Bang Rizal Ramli sendiri karena totalitasnya dalam mendukung gerakan mahasiswa ‘98 sampai-sampai kalau sudah larut malam dan akibat kelelahan kadang-kadang tidur di kolong meja kerjanya.
Dari pagi, siang, malam, bahkan sampai dini hari kami terus bergerak mengadvokasi gerakan mahasiswa yang semakin revolusioner, sambil membagikan logistik seperti makanan dan minuman ke beberapa kampus di Jakarta.
Teman-teman dari Bandung yang bermarkas di Posko Tebet selain saya adalah Adi Mawardi, Subawanto, Herry Akhmadi, Zulkarnain Saman, Rachmadi Hidayat, Machmud Majid, Zulkifli Chaniago, Hasanudin Hasibuan, Dindin S Maoloni, dan beberapa nama lagi. Juga ada Arief Arryman (almarhum).
Suasana saat itu hampir setiap hari selalu memanas dan semakin banyak orang yang datang ke Posko Tebet, termasuk orang-orang yang tidak kami kenal. Mungkin mereka intel atau aparat yang menyamar.
Titik kumpul lainnya tempat kami biasa bertemu adalah Hotel Indonesia. Kalau malam hari saya datang ke situ. Bergabung dengan Ibrahim G Zakir dan juga Bang Rizal Ramli yang secara intens berkomunikasi dengan para tokoh mahasiswa yang bergerak di lapangan.
Bang Rizal Ramli juga berkomunikasi dengan para tokoh oposisi waktu itu seperti Gus Dur, Megawati, Taufik Kiemas hingga Amien Rais, dan lainnya.
Suasana dalam detik-detik menjelang kejatuhan Soeharto semakin genting, hingga akhirnya para mahasiswa berhasil menjebol Gedung DPR dan mendudukinya selama berhari-hari.
Dengan mobil Adi Mawardi (almarhum) saya berkeliling di sekitar Senayan untuk memantau situasi. Kami singgah di kampus Universitas Moestopo, kampus Trisakti, dan beberapa kampus lainnya. Malam itu kami juga sempat mendengar suara letusan senjata yang cukup gencar.
Beberapa waktu kemudian seperti sama-sama kita ketahui banyak mahasiswa yang menjadi korban, mulai dari kampus Trisakti sampai di kawasan Semanggi.
Inilah sekelumit cerita yang masih tersimpan di dalam ingatan saya, selain kisah-kisah lainnya yang tak mungkin saya lupakan berkaitan dengan peristiwa Mei ‘98, menjelang dan beberapa waktu setelah kejatuhan Soeharto.
Kalau ada orang atau kelompok tertentu yang meragukan peranan Bang Rizal Ramli dalam gerakan mahasiswa ‘98 saya pastikan mereka bukan aktivis aktif dalam gerakan melengserkan Soeharto.
[***]