KedaiPena.Com – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami nama BG dalam pelarian mantan Sekertaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Pasalnya, kata dia, Nurhadi disebut pernah meminta perlindungan kepada sosok berinisial BG tersebut. Hal tersebut diketahui dari percakapan ajudan Nurhadi yang meminta perlindungan dengan seorang bernama BG.
“Ada dugaan Nurhadi pernah meminta perlindungan dengan orang yang berinisial BG, pertama siapa orang ini dan bagaimana keterlibatan orang ini bisa diduga melindungi daripada Nurhadi,” kata Kurnia Ramadhana dalam diskusi daring, Jumat (5/6/2020).
Kurnia juga meminta, KPK mengusut pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi. KPK, kata dia, bisa menjerat mereka dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi karena mencoba menghalangi proses penyidikan atau obstruction of justice.
KPK sebelumnya telah menerapkan Pasal 21 terhadap pihak-pihak yang mencegah proses penyidikan. Di antaranya, Frederick Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto dan Lucas yang membantu pelarian eks Bos Lippo Gorup Eddy Sindoro.
“Lucas terbukti secara sah dan meyakinkan, dia membantu Eddy Sindoro untuk melarikan diri ke Singapura dan meminta Eddy Sindoro untuk berganti kewarganegaraan. Itu pola yang terjadi di kasus-kasus lain, penting juga bagi KPK untuk melihat lebih untuk perkara Nurhadi,” kata dia.
Untuk itu, Kurnia berharap KPK tidak terlalu euforia terkait penangkapan Nurhadi. Menurut Kurnia, saat ini KPK harus mendalami siapa sosok yang membantu pelarian Nurhadi.
Selain itu, Kurnia berharap KPK dapat menjerat Nurhadi dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait aliran hasil korupsi dan gratifikasi yang telah diperbelanjakan.
“KPK bisa mengembangkan perkara ini tidak hanya pada dugaan suap dan gratifikasi, masuk di instrumen pencucian uang operasional dan bagaimana persoalan mereka mengkritik harta harta kekayaan yang saya rasa sudah banyak dipublikasikan media jumlahnya sangat fantastis itu,” kata Kurnia.
Untuk diketahui, tim penyidik KPK menangkap Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono pada Senin (1/6/2020) malam. Keduanya dibekuk di sebuah rumah di Simprug, Jakarta Selatan.
Dalam penangkapan itu, tim penyidik juga mengamankan istri Nurhadi, Tin Zuraida. Tin diketahui kerap mangkir saat dipanggil oleh penyidik KPK dalam kasus yang menjerat suaminya.
Meski demikian, Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi itu masih berstatus saksi dalam kasus ini. Tim juga turut menggeledah rumah yang diduga jadi tempat persembunyian Nurhadi dan mengamankan sejumlah barang bukti.
Dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA itu, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka. Ketiga tersangka itu yakni, Nurhadi, Rezky Herbiono dan Hiendra Soenjoto.
Ketiganya sempat dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron karena tiga kali mangkir alias tidak memenuhi pangggilan pemeriksaan KPK. Ketiganya juga telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri. Saat ini, tinggal Hiendra Soenjoto yang belum diamankan.
Nurhadi dijerat sebagai tersangka karena yang bersangkutan melalui Rezky Herbiono, diduga telah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
KPK telah menahan Nurhadi dan Rezky di rumah tahanan (Rutan) Kavling C1, Gedung KPK lama setelah menjalani pemeriksaan intensif sejak pagi tadi. Keduanya bakal mendekam di jeruji besi selama 20 hari ke depan terhitung sejak Selasa (2/6/2020) kemarin.
Laporan: Muhammad Hafidh