KedaiPena.com – Untuk menelusuri asal sampah yang diinformasikan berada di pinggiran kanal menuju Kolam Pelabuhan di Pulau Pramuka, yang berlokasi di sisi timur dari Pulau, Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan dan Manajemen Pesisir, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Widodo Setiyo Pranowo menyatakan hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan penelaahan atas letak geografis pulau, posisi kolam Pelabuhan, kanal dan alur masuk ke kolam Pelabuhan tersebut.
Ia menyatakan berdasarkan citra satelit yang dikompilasi oleh Google Earth, maka tampak ada dua kolam Pelabuhan di Pulau Pramuka. Satu berada di sisi barat, dan satu berada di sisi timur pulau.
“Kolam Pelabuhan di sisi timur, hanya bisa dimasuki oleh kapal atau boat dari sisi selatan, karena alur masuknya dibangun demikian, mulut alur menghadap ke selatan. Sehingga sirkulasi air laut yang masuk ke kolam Pelabuhan air akan mengalir menuju ke utara, dan sebaliknya ketika keluar dari kolam Pelabuhan arah alirannya adalah menuju ke selatan,” kata Widodo, Senin (6/2/2023).
Ia menyampaikan bahwa alur tersebut dibangun jelas untuk melindungi kapal atau boat yang bergerak menuju ke kolam Pelabuhan, dari hantaman gelombang dari arah timur pada saat angin monsun timur, dan dari hantaman gelombang dari arah barat saat angin monsun barat.
“Berdasarkan deskripsi geografis dari alur tersebut, maka idealnya, arus yang dibangkitkan oleh angin monsun akan tereduksi tereduksi kecepatannya ketika memasuki mulut alur. Apalagi, mulut alur dibuat lebarnya hanya sekitar 45 meteran, dengan panjang alur sekitar 380-an meter, tentunya arus di sepanjang alur tersebut relatif lebih tenang daripada di luar sekitar Pulau Pramuka,” paparnya.
Atas dasar penelaahan tersebut, ada dua skenario dugaan utama terkait mekanisme sampah laut bisa terakumulasi di pinggiran sisi dalam alur yang menuju kolam Pelabuhan di sisi timur Pulau Pramuka.
“Skenario dugaan pertama, sampah laut diangkut oleh arus monsun barat atau monsun timur, atau bahkan oleh arus monsun peralihan, menuju ke Pulau Pramuka, kemudian mendekati sekitar mulut alur yang menuju ke kolam Pelabuhan,” paparnya lagi.
Kemudian, lanjutnya, ketika elevasi muka laut pada kondisi pasang, maka sampah laut akan terdorong masuk ke dalam alur. Dan ketika kondisi surut, arus perlahan kembali menuju ke laut, meninggalkan sampah laut terdampar di pinggiran bagian dalam alur tersebut.
“Skenario dugaan kedua, sampah laut dibuang oleh kapal atau boat yang berlabuh di kolam pelabuhan atau oleh siapapun di kolam pelabuhan, kemudian terbawa menuju ke pinggiran alur ketika elevasi muka laut sedang menuju surut,” kata Widodo.
Ia menyatakan kedua skenario dugaan ini perlu dibuktikan secara ilmiah melalui dua teknik.
“Teknik pertama, dengan melakukan simulasi pemodelan hidrodinamika dan angkutan sampah, baik dengan sumber di sekitar mulut alur, maupun dengan sumber dari dalam kolam pelabuhan. Teknik ini lebih ekonomis, karena hanya dilakukan dengan komputer, namun tetap harus diverifikasi dengan data observasi,” ucapnya.
Dan teknik kedua adalah dengan memasang kamera CCTV dengan sumber energi surya, dipasang di pinggir kolam pelabuhan, dan di sepanjang pinggiran alur masuk. Pemantauan berkala, akan menjadi data verifikasi dari teknik pemodelan tersebut di atas, sekaligus bisa memantau adakah aktivitas pembuangan sampah di kolam/alur pelabuhan.
“Tentunya teknik ini memerlukan biaya yang lebih banyak. Teknik ini akan lebih sempurna lagi apabila dipasangi sensor oseanografi yang lain, seperti alat antenna High Frequency (HF) radar untuk memantau dan mengukur arus permukaan secara real time, dan/atau memasang juga sensor tide gauge dan/atau wave recorder untuk memantau dan mengukur dinamika elevasi muka laut dan gelombang laut,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa