MENURUT John M. Keynes, ekonom paling berpengaruh di Abad ke-20, untuk menjadi seorang ekonom yang baik “dia harus mempelajari masa kini dalam penerangan masa lalu demi tujuan-tujuan di masa depan.â€
DR Rizal Ramli (RR) sangat pas dengan definisi ini. Terutama setelah beberapa kepretan ekonom senior ini beberapa saat lalu yang kemudian terbukti kebenarannya di hadapan publik.
Listrik
Yang sedang hangat adalah tentang proyek listrik 35 ribu MW. Saat baru dilantik menjadi Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya pada Agustus 2015, RR mengkritisi tentang proyek 35 ribu MW yang menurutnya perlu dievaluasi karena tidak realistis.
Menurut prediksinya, paling maksimal sampai tahun 2019, PLN hanya akan dapat selesaikan 14 ribu-16 ribu MW saja. Bila pun dipaksa untuk mencapai target 35 ribu MW di 2019, PLN akan merugi marena harus tetap membayar kelebihan produksi listrik yang dapat mencapai 10-an miliar dollar AS pertahun.
Dikritisi atau dikepret seperti itu, banyak pejabat kebakaran jenggot termasuk Menteri ESDM Sudiman Said (SS) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Mereka menuduh RR tidak paham persoalan dan sebagainya. Padahal kita tahu RR pernah memilikipengalaman menyelamatkan PLN dari kebangkrutan di tahun 2000, yaitu saat dirinya menjabat Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur.
Artinya RR memiliki “penerangan masa laluâ€, untuk mempelajari “masa kini†yaitu proyek 35 ribu MW, sehingga dapat memprediksi “masa depan†tentang tidak akan tercapainya target 35 ribu MW di 2019 dan tentang potensi kerugian PLN.
Tentang tidak akan tercapainya target 35 ribu MW di 2019, sudah berulang kali dibenarkan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan sejak akhir 2016. Saat itu mereka memprediksi hanya 19 ribu- 20 ribu MW yang dapat dipenuhi di 2019.
Sementara tentang potensi kerugian PLN, sudah terjawab dengan heboh beredarnya surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Menteri ESDM Ignasius Jonan, dan MenteriBUMN Rini Soemarno tanggal 19 September 2017. Inti dari surat tersebut mengkhawatirkan kondisi keuangan PLN yang berpotensi gagal bayar akibat penugasan proyek 35 ribu MW.
Terlepas dari cara dan tujuan Sri Mulyani membocorkannya (dinilai malah berpotensi menjatuhkan kredibilitas PLN di mata bondholder, sehingga dapat menjadi pembenaran dilakukannya liberalisasi sektor kelistrikan seperti saran Bank Dunia), secara umum surat ini membenarkan tentang “masa depan†yang diprediksi RR.
Garuda
Kepretan lain juga terbukti adalah tentang Garuda Indonesia. Pertama kali disuarakan RR juga pada saat pidato pelantikannya akhir 2015. Saat itu RR meminta PT Garuda Indonesia membatalkan rencana pembelian 30 pesawat Airbus 350 XWB. Menurutnya pesawat jenis tersebut hanya cocok untuk penerbangan internasional jarak jauh, sementara rata-rata tingkat isian (load factor) penerbangan Garuda rute tersebut hanya 30%, sehingga pasti merugi.
Dikepret seperti ini, giliran Menteri BUMN Rini Soemarno (Rinso) yang kebakaran jenggot. Dia meminta RR tidak ikut campur urusan kementerian lain. Rinso sebenarnya tidak sepenuhnya benar dalam hal ini, bagaimanapun Kemenko Maritim dan Sumber Daya saat itu membawahi Kementerian Perhubungan yang merupakan mitra kerja Garuda Indonesia.Tapi akhirnya Rinso pun jalan terus, pembelian pesawat diteruskan.
Padahal kita tahu, RR memiliki “masa lalu†yang sangat erat dalam membenahi dunia penerbangan sejak era Gus Dur. Saat menjadi Kepala Bulog, RR pernah ditugasi Gus Dur membenahi IPTN. Saat menjadi Menko Perekonomian di era Gus Dur, RR pernah memiliki pengalaman menangani gagal bayar Garuda akibat pengadaan pesawat berbadan lebar, dan berhasil diselesaikan dengan program restrukturisasi.
Kekhawatiran RR akan “masa depan†Garuda Indonesia akibat memaksakan pembelian pesawat Airbus 350 XWB pun terbukti. Pada semester pertama tahun 2017, Garuda Indonesia merugi Rp3,7 triliun.
Pelindo
Kemudian kepretan ke Pelindo II. Pada Oktober 2015, RR pernah mengkritisi perpanjangan kontrak JICT dengan Pelindo II yang dilakukan sebelum masa kontrak berakhir. Ia menganggap apa yang dilakukan oleh Pelindo melanggar UU No 17/2008 tentang Pelayaran.
RR juga menilai perpanjangankontrak yang tidak dilakukan dengan tender terbuka tersebut berpotensi merugikan negara. Saat itu RR mengusulkan kepada Menteri BUMN untuk memecat RJ Lino Dirut Pelindo II. Dan akhirnya RJ Lino akhirnya menjadi tersangka KPK pada Desember 2015 karena kasus lain.
Saat itu manajemen Pelindo menepis kepretan RR tersebut. Mereka mengatakan bahwa perpanjangan kontrak JICT justru akan menguntungkan negara. Mereka lupa bahwa RR memiliki banyak pengalaman menangani kontrak-kontrak “masa lalu†yang berpotensi merugikan bangsa (seperti contohnya Freeport, LoI IMF, debt swapt utang Indonesia, dan lain-lain).
Akhirnya BPK-lah yang membuktikan kebenaran kepretan RR. Pada Juni 2017, BPK melaporkan kepada DPR tentang hasil auditnya investigatifnya terhadap perpanjangang kontrak JICT, yang berhasil menemukan kerugian sebesar Rp 4,08 triliun.
Oleh Gede Sandra, Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP)