KedaiPena.Com – Pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja kembali menjadi sorotan. Berbagai pihak dari aktivis lingkungan hingga buruh melalukan penolakan terkait RUU sapu jagat tersebut
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya memastikan, bahwa pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan terbuka untuk umum guna menghindari persepsi buruk.
“Kami live kan pembahasan melalui TV parlemen dan sosmed. Biar publik melihat pembahasan dan perdebatan,” kata Willy sapaannya Jumat, (10/7/2020)
Baleg DPR RI, lanjut Willy, sedianya siap menyerap setiap aspirasi dari publik terkait dengan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini.
“Apa yang menjadi aspirasi publik silahkan disampaikan,” papar Juru Bicara Partai Nasdem ini.
Willy pun memastikan, fraksi Nasdem DPR RI tetap konsisten untuk mencabut klaster Ketenagakerjaan di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja tersebut.
“Sejauh ini kalau di baleg akan dibahas belakangan dan sikap fraksi Nasdem tetap sama untuk mencabut klaster tersebut dan ganti judul jadi kemudahan berinvestasi,” tutur Willy.
Willy pun menepis kabar, jika Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan segera disahkan oleh DPR RI.
Kabar yang berkembang menyebut bahwa RUU ini akan disahkan pada paripurna tanggal (17/7/2020).
“Masih banyak pembahasan. Persiapan DIM bab 3 minggu depan baru akan dibahas,” tandas Willy.
Sebelumnya, Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggelar aksi damai mengenakan APD atau alat pelindung diri di depan Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis, (9/7/2020).
Dalam aksinya mereka menolak RUU Omnibus Law Cipta kerja.
Mereka membawa sejumlah poster bertuliskan ‘Terinfeksi Virus Oligarki.
Tidak hanya Walhi, Serikat Pekerja PT PLN (Persero) mengatakan, RUU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi menimbulkan terjadinya liberalisasi dalam tata kelola listrik di Indonesia.
Sebab, RUU Cipta Kerja di sub-klaster ketenagakerjaan menghilangkan fungsi legislasi DPR dalam melakukan pengawasan. Padahal fungsi legislatif menyangkut hal interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat untuk memastikan pemerintah tidak seenaknya mengatur listrik.
Laporan: Muhammad Hafidh