Artikel ini ditulis oleh M.Idris Hady, Sekjen Aliansi Damai Anti Penistaan Islam (ADA API).
Tepok Saliro merupakan budaya dan adat Bangsa Indonesia, yang penuh kesantunan dan beradab.
Ini ciri khas adat ketimuran, yang bisa mempengaruhi pergaulan keseharian masyarakat, baik dalam hal penyelesaian kasus-kasus dan maupun solusi yang akan ditempuh.
Adat ketimuran ini tentunya akan turut mempengaruhi pada aspek kejiwaan para Cawapres di acara Debat yang akan dilaksanakan tanggal 22 Desember yang akan datang.
Jika ada sebagian rakyat Indonesia meragukan keberanian sosok Cawapres 1, Cawapres 2 dan Cawapres 3 untuk saling uji kemampuan dalam Debat Cawapres, tentunya sangat sulit untuk terbantahkan.
Semisal, Cawapres 1, sebagai Ketua Umum parpol yang masih merupakan bagian dari partai koalisi pemerintah, yang kader partainya ada yang dipercaya menjabat sebagai menteri di kabinet yang dipimpin Jokowi, tentu akan membatasi diri untuk tidak maksimal menyerang dan menguji Cawapres 2.
Demikian juga Cawapres 3, yang sampai sekarang masih menjabat sebagai pembantu Presiden alias menteri kebinet Presiden Jokowi, yang nota bene adalah bapak kandung Cawapres 2.
Tentu Tepok Seliro (tenggang rasa) akan tetap melekat dalam jiwa dan pikiran Cawapres 1 dan Cawapres 3.
Demikian sebaliknya, hal yang sangat diragukan, kalau sosok Cawapres 2 (yang terinformasi dan telah menjadi berita umum, bahwa latar belakang pendidikannya terendah dibanding Cawapres 1 dan Cawapres 3), akan melakukan uji nyali dengan pertanyaan menukik kepada Cawapres 1, Cawapres 3 (yang sudah sangat banyak makan asam garam dalam kiprah politik dan dunia intelektual) dan apalagi keduanya adalah aktivis handal ketika masih kuliah, yang telah terbiasa berdebat.
Apalagi sosok Cawapres 2 yang belum sarat pengalaman sebagai eksekutif dan ataupun masih jauh untuk disebut sebagai politisi handal.
Artinya, bisa disebut sangat lengkap keraguan masyarakat bahwa Debat Cawapres itu akan menghasilkan nilai pembelajaran serta pendidikan yang berarti bagi bangsa Indonesia, karena tidak sebanding dengan ekspektasi masyarakat sebagai anak bangsa untuk mendapatkan sosok Cawapres yang mumpuni dengan melalui Debat srbagai uji nyali.
Keraguan itu tidak berhenti pada uraian diatas.
Rencana KPU untuk memindahkan lokasi perhelatan Debat Cawapres 22 Desember mendatang (yang tidak lagi di Gedung KPU) melainkan di Hotel, akan mempertebal keraguan masyarakat alias Zero Expectation (Nol Harapan).
Benarkah hanya dengan alasan Broadcast, Lighting (dan segala macamnya) harus memindahkan lokasi Debat Cawapres ke Hotel?
Bukankah di Indonesia, para arsitek dan designer interior sangat banyak dan sangat profesional? dan penyelenggaraan Debat Capres/Cawapres tetap di Gedung KPU?
Jadi sangat wajar dan beralasan, keraguan itu selalu melekat dalam pikiran sebagian masyarakat yang punya hak memilih untuk mendapatkan pilihan Tokoh yang akan memimpin negara yang besar dan kaya raya ini.
Hanya kepada Tuhan YME, Yang Sangat Mengetahui atas segala gerak dan niat dari manusia sebagai HambaNYA, tidak terkecuali insan2 yang ada di Lembaga Penyelenggara Pemilu plus Pilpres/capres.
Wallohu’alam Bisshowab.
[***]