KedaiPena.com – Menanggapi unggahan oleh akun Instagram @pembelasatwaliar dan @auriga_id terkait Monyet Ekor Panjang (MEP), Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, Muhammad Wahyudi menyatakan bahwa pernyataan ‘Balai KSDA Yogyakarta menjadikan konflik satwa liar tersebut sebagai pembenaran untuk menangkap dan melakukan ekspor Monyet Ekor Panjang’ adalah tidak benar.
Ia menyebutkan bahwa Balai KSDA Yogyakarta sering menerima pengaduan terkait gangguan MEP di pemukiman dan konflik serangan ke lahan pertanian masyarakat.
“Untuk menangani aduan tersebut, dilaksanakan pertemuan para pihak terkait untuk membahas penyelesaian permasalahan MEP,” kata Wahyudi, Minggu (29/1/2023).
Pertemuan pertama, lanjutnya, dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2023 bertempat di Aula Suaka Margasatwa Paliyan Gunungkidul yang dihadiri seluruh Panewu (Camat) se-Kabupaten Gunung Kidul, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pertanian, Bappeda Kabupaten Gunung Kidul, Paniradya, DPRD Kabupaten Gunung Kidul.
Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, dilaksanakan pertemuan Pembahasan Rencana Konservasi Satwa Lokal pada hari Kamis (19/1/2023) di Gedung Paniradya Keistimewaan, Komplek Kepatihan, Kantor Gubernur DIY. Peserta rapat terdiri atas perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di DIY, yaitu Paniradya Pati Paniradya Kaistimewan DIY, Kepala BAPPEDA DIY, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam DIY, Kepala BAPPEDA Kabupaten Gunungkidul, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gunungkidul, Kepala Bidang Perencanaan dan Pengendalian Paniradya Kaistimewan DIY, Kepala Bidang Urusan Tata cara Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Kelembagaan, Pertanahan dan Tata Ruang Paniradya Kaistimewan DIY, Kepala Bidang Urusan Kebudayaan Paniradya Kaistimewan DIY, Kepala Subbidang Urusan Tata Ruang Paniradya Kaistimewan DIY, dan Kepala Subbidang Hubungan Antar Lembaga Paniradya Kaistimewan DIY.
“Dalam rapat tersebut dibahas upaya terkait penanganan permasalahan gangguan MEP baik langkah-langkah jangka pendek maupun jangka menengah,” urainya.
Wahyudi menegaskan bahwa dalam dua kali pertemuan tersebut Balai KSDA Yogyakarta tidak pernah menyampaikan bahwa konflik MEP ini menjadi dasar untuk mengusulkan ekspor MEP.
“Pada kesempatan tersebut saya memaparkan terkait penyebab, penanggulangan serta upaya yang akan dilakukan dalam rangka meminimalisir dan menekan gangguan yang terjadi. Upaya ini baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan untuk perbaikan habitat harus segera dilaksanakan,” urainya lagi.
Ia juga menyatakan bahwa pada pertemuan tersebut, telah dihasilkan rekomendasi penanganan jangka pendek maupun jangka menengah. Yakni, perlu ada kajian terkait demografi, perilaku,habitat, populasi, sebaran koloni MEP; menyediakan tanaman buah-buahan yang menjadi sumber pakan MEP dan membuat barrier alami yang tidak disukai monyet namun memiliki nilai ekonomi yang tinggi; membangun barrier alami seperti empon-empon non garut, kayu putih, gadung, nanas, gemili, salak dan secang; menentukan kawasan penyangga dan jenis tanaman yang menjadi sumber pakan monyet: kersen/talok, saninten, sirsat, kepel, pete, srikaya; merubah pola pikir masyarakat terkait jenis tanaman yang ditanam; mengusir MEP dengan suara keras seperti meriam bambu; dan mengembalikan fungsi Suaka Margasatwa Paliyan sebagai habitat MEP.
“Kami tidak pernah bilang over populasi, karena belum dilakukan survey. Baru berencana bersama Pemprov DIY melalui Paniradya Keistimewaan mau melakukan survey yang melibatkan semua instansi terkait termasuk universitas,” tandasnya.
Sebagai informasi, dikutip dari laman Forestation UGM, Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), berdasarkan status IUCN memiliki status konservasi (endangered) terancam punah. Spesies ini mengalami perubahan status yang awalnya memiliki status (vulnerable) yaitu status yang menghadapi risiko kepunahan di alam liar dalam waktu yang akan datang berubah menjadi (endangered) yaitu spesies yang menghadapi risiko kepunahan dalam waktu dekat.
Perubahan status ini dibuat setelah IUCN melakukan penilaian terhadap populasi monyet ekor panjang pada 7 Maret 2022, dilansir dari iucnredlist.org menyatakan bahwa populasi monyet ekor panjang diprediksi akan menurun hingga 40 persen dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun. Penurunan populasi ini terjadi di beberapa negara seperti Kamboja, Laos dan Bangladesh yang mencapai 50 persen dalam waktu sepuluh tahun terakhir.
Berdasarkan data dari Action for Primates, negara Indonesia menjadi salah satu negara yang mengekspor monyet ekor panjang ke Amerika Serikat dan Cina untuk tujuan laboratorium. Pada tahun 2020 Indonesia mengekspor 2.793 ekor ke Cina dan 120 ekor ke Amerika Serikat, dan diprediksi pada tahun 2021 jumlahnya semakin meningkat. Kurangnya regulasi mengenai eksploitasi monyet ekor panjang bahkan spesies ini belum masuk dalam kategori hewan yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018.
Laporan: Ranny Supusepa