KedaiPena.com – Kontroversi yang muncul seputar revisi UU TNI, salah satunya adalah terkait masuknya tentara ke dalam struktur kepemerintahan. Hal ini ditakutkan akan membangkitkan dwi fungsi ABRI seperti yang terjadi pada zaman Orde Baru.
Anggota Komisi I DPR RI, Fraksi PDI Perjuangan, Tb Hasanuddin mengatakan, yang seharusnya disoroti sebenarnya bukan pada Revisi UU TNI. Tapi proses penunjukkan penjabat yang berasal dari anggota TNI aktif di daerah, itu jelas melanggar undang-undang yang ada.
“Revisi UU TNI akan mengembalikan TNI seperti di masa Orde Baru, sama sekali tidak beralasan. Karena kan ada undang-undang yang membatasi, supaya itu tidak terjadi lagi,” kata Tb Hasanuddin di Gedung DPR Nusantara I Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Aturan yang dimaksud adalah ketentuan bagi prajurit aktif yang akan maju ke Pileg atau Pilkada, baik untuk bupati, walikota, maupun gubernur, prajurit tersebut harus mundur dari keanggotaan TNI.
“Kalau sudah mundur, artinya, prajurit itu sudah tidak lagi memiliki kekuatan untuk menggerakkan atau mempengaruhi pasukan, dan begitu juga sebaliknya pasukan tidak lagi bisa mempengaruhi prajurit tersebut,” ungkapnya.
Sebenarnya, yang harusnya dilihat publik adalah kebijakan Presiden yang menempatkan prajurit aktif sebagai penjabat di suatu daerah. Tb Hasanuddin melihat praktik tersebut sebagai bentuk Dwi Fungsi TNI, seperti masa Orde Baru dulu.
“Kalau memang mau mengikuti aturan yang ada harusnya kan para penjabat yang berasal dari anggota aktif itu harus mundur dari keanggotaannya. Wajib itu sifatnya,” ungkapnya lagi.
Tb Hasanuddin ini menyatakan jika memang prajurit tersebut tidak mundur, ia menyatakan itu merupakan pelanggaran pada aturan yang ada.
“Kalau tidak mau mengikuti aturan perundang-undangan yang ada ya sudah. Yang seharusnya dipermasalahkan adalah penunjukan penjabat kepala daerah. Karena kan yang ditunjuk itu militer aktif,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena