DALAM sebuah diskusi yang diselenggarakan Serikat Pekerja Pertamina beberapa waktu lalu, menyeruak berbagai isu tentang bagaimana Pertamina saat ini menjadi ajang bancakan oligarki penguasa.
Salah satu di antara banyak cara menjadikan PT Pertamina sebagai bancakan adalah dengan “memaksa” PT Pertamina menjalankan proyek digitalisasi pom bensin.
Proyek digitalisasi Pertamina bukan merupakan agenda internal BUMN Pertamina yang 100 persen sahamnya milik negara tersebut, akan tetapi proyek oligarki penguasa dengan memanfaatkan keuangan PT Telkom dan keuangan PT Pertamina.
Proyek ini mengatasnamakan sinergi antar BUMN. Untuk menyukseskan proyek tersebut maka “disusupkanlah” pejabat pejabat Telkom untuk menduduki jabatan strategis di Pertamina yang berkaitan dengan pemasaran BBM.
Proyek digitalisasi Pertamina menelan angaran yang sangat mahal yakni sekitar Rp3,8 triliun. Anggaran ini menurut rencana akan dihabiskan dalam lima tahun.
Sebagian besar investasi digitalisasi pom bensin ini didanai dengan investasi dari PT Telkom atau sekitar 2/3 dari total investasi. Sisanya akan ditanggung oleh Pertamina.
Pengembalian atas investasi ini diharapkan akan diperoleh dari keuntungan penjualan BBM oleh pom-pom bensin pertamina.
Dengan demikian besar kemungkinan biaya proyek ini nantinya akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga BBM atau kemungkinan biaya jasa pelayanan pom bensin.
Membebankan biaya digitalisasi kepada konsumen adalah pilihan yang paling mungkin ditengah merosotnya keuantungan Pertamina dalam beberapa tahun belakangan.
Sebagaimana diketahui bahwa menurunnya keuntungan Pertamina disebabkan berbagai penugasan kepada Pertamina. Seperti penugasan distribusi BBM satu harga yang disubsidi dengan keuangan Pertamina.
Selain itu oligarki penguasa menumpangi Pertamina untuk menjual BBM impor yakni Pertalite.
Oleh kalangan Serikat Pekerja program digitalisasi pom bensin ini disebut sebagai Telkomisasi Pertamina.
Istilah yang cukup relevan untuk menggambarkan keresahan kalangan internal Pertamina dengan masuknya barisan “orang luar” menguasai manajemen Pertamina.
Selain itu program ini juga dipandang bermakna sebagai unbundlling atau memecah mecah usaha Pertamina yakni memisahkan usaha pemasaran Pertamina dari induknya.
Dengan digitalisasi oleh Telkom maka usaha pemasaran BBM pertamina akan berada di bawah kendali PT Telkom.
Ini meliputi kendali atas pemasaran BBM akan dilakukan melalui pengendalian seluruh infrastruktur pemasaran dan pengendalian alat pembayaran (link aja) fintech milik PT Telkom meninggalkan mypertamina.
Jadi, Pertamina dapat apa?
Oleh Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia ( AEPI) Salamuddin Daeng