KedaiPena.Com – Kasus pemecatan 51 pegawai KPK bukan pada soal lulus tes atau tidak, tetapi pelaksanaan Test Wawasan Kebangsaan (TWK) itu sendiri sedari awal sudah menjadi persoalan yang harus dicermati.
Persoalan sebenarnya adalah menyangkut desain politik hukum di Indonesia terhadap proses pelemahan lembaga anti rasuah seperti KPK.
Demikian dikatakan Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Herlambang P Wiratraman di Jakarta, Rabu (2/6/2021).
“Fakta sesungguhnya desain politik hukum yang terjadi bukanlah desain penguatan lembaga KPK, namun telah terjadi proses pelemahan KPK secara sistematis. Isu yang harus dicermati bukan melulu pada tes TWK, namun terjadinya pertaruhan integritas dan pelemahan sendi-sendi negara hukum,” kata dia.
Herlambang berujar, fakta-fakta pelemahan sendi-sendi hukum terasa semakin menguat di masa pemerintahan Jokowi. Terjadi serangan balik kepada KPK ketika KPK menangani kasus-kasus besar dan mempunyai konteks ekonomi politik yang kuat.
“Pelemahan kepada KPK adalah penanda serius dari terjadinya pelemahan KPK dan sendi negara hukum. Publik saat ini bertanya-tanya mengapa pimpinan KPK sampai begitu beraninya melawan perintah Presiden RI dan kepala negara terkesan mendiamkan,” beber dia.
Ataukah, sambungnya, persoalannya memang terletak pada integritas kepala negara padahal presiden mempunyai wewenang konstitusional untuk tegaknya hukum dan keadilan. Sayangnya, hal itu tidak cukup dilakukan.
Menjadi pertanyaan, apakah yang dirusak adalah integritas ihwal kepemimpinan ataukah sistem politik hukum ketatanegaraan yang rusak terlebih dulu.
Terjadi penegasan pada karakter liberal demokrasi, atau terjadinya ‘democracy setback’ dan seterusnya. Segala kekisruhan itu adalah penanda paling serius dari terjadinya kemunduran demokrasi dan kemerosotan luar biasa dari kebebasan sipil, terjadinya pembodohan versus kecerdasan dan pejuangan akal sehat.
“Penolakan publik terhadap pemecatan 51 pegawai KPK adalah perjuangan akal sehat nalar publik melawan tindakan pembodohan yang dilakukan oleh aktor-aktor yang mengatasnamakan negara, atau formalisme birokrasi versus diskursus penegakan hukum,” tandasnya.
Laporan: Sulistyawan