KedaiPena.com – Di hadapan Komisi III DPR RI, Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, yang juga merupakan Menko Polhukam, Mahfud MD menegaskan bahwa Pemerintah RI senantiasa berkomitmen untuk mencegah Tindakan Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan mengoptimalkan koordinasi, kolaborasi, dan kerjasama antara K/L negara.
Didasarkan pada UU 8/2010 Pasal 92 ayat 2 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Presiden membentuk KKNPP TPPU atau Komite TPPU. Ketuanya adalah ex officio Menko Polhukam dan wakilnya adalah Menko Perekonomian serta Sekretaris adalah PPATK.
“Sesuai undangan, yang disebut adalah Ketua KKNPP TPPU dan jajarannya. Ini jajaran hadir semua. Untuk menjelaskan jumlah total transaksi mencapai sekitar Rp349 triliun,” kata Mahfud dalam RDP Komisi III DPR RI dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Rabu (29/3/2023).
Ia menegaskan bahwa total transaksi yang mencapai Rp349 triliun itu bukan korupsi tapi dugaan atas Tindakan Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Jadi ini adalah transaksi keuangan mencurigakan yang masuk dalam indikasi TPPU,” ujarnya.
Ia menjelaskan tindakan keuangan mencurigakan adalah transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan; transaksi Keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan, yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan UU TPPU; transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana; atau transaksi keuangan yang diminta PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
“Modusnya, kepemilikan saham dari perusahaan yang dimiliki keluarganya. Seperti yang baru diumumkan itu, RAT. Dia sendiri sedikit. Tapi anaknya, istrinya, perusahaannya. Apakah ini benar pencucian uang. Nanti dibuktikan,” ujarnya lagi.
Mahfud juga menyampaikan, modus lainnya dari TPPU adalah kepemilikan aset bergerak atau tidak bergerak tapi diatasnamakan orang lain, disimpan di tempat lain.
“Atau modus lainnya, membentuk perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan. Misalnya, membentuk hotel melati tapi asetnya sangat besar sekali,” kata Mahfud melanjutkan paparannya.
Modus TPPU lainnya adalah penerimaan hibah hasil kejahatan tapi tidak ada akta hibah, menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan, melakukan transaksi pembelian barang fiktif, hingga menyimpan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lainnya.
“Yang dikerjakan dari data ini, adalah semua itu. Dari data ini lah, muncul 491 entitas, ada yang dari Kemenkeu, ada pihak lainnya,” tandasnya.
Laporan: Ranny Supusepa