KedaiPena.Com – Aksi teatrikal memperingati hari Lingkungan Hidup se-Dunia digelar Lembaga Swadaya Masyrakat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan di Pantai Losari Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (5/6).
Teaterikal itu memperagakan ilustrasi cara-cara oknum Kepala Daerah berkorporasi dengan pengusaha untuk melakukan perampasan hak rakyat miskin untuk dijadikan lahan investasi.
Beberapa pengunjung yang sedang mengikuti Car Free Day atau hari bebas kendaraan ikut menyaksikan teater tersebut. Aksi mereka juga membawa poster menolak reklamasi pesisir pantai losari.
Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sulsel Muhammad Al Amin pada kesempatan itu mengatakan pihaknya tetap akan konsisten mengawal proses penolakan Reklamasi di Makassar.
“Kami tetap konsisten mengawal persoalan reklamasi yang sementara ini berproses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negeri atau PTUN Makassar,” paparnya.
Tidak hanya menyoroti reklamasi, Walhi Sulsel juga menyoroti kerusakan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan tambang yang melakukan perambahan hutan di sejumlah daerah.
Menurut data ada sekitar 4,5 juta hektare darat di Sulsel, sekira 2,1 juta hektare merupakan wilayah kawasan hutan. Selebihnya wilayah perkotaan dan pemukiman pertanian, perkebunan serta konsesi pertambangan, kehutanan dan perkebunan sawit juga tebu.
Beberapa kegiatan ekstatif, kata Amin, yang diduga melakukan pencemaraan lingkungan hidup sehingga menimbulkan konflik yang terjadi sepanjang 2014-2016.
Seperti aktivitas tambang pasir ilegal di Desa Mandalle, Kecamatan Bajeng Barat, Kabupaten Gowa, korbannya satu meninggal dan 24 petani berdampak, kasus ini yang terjadi pada 2014.
Kemudian tumpahan minyak PT Vale di Laut wilayah Desa Lampia, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, korbannya 97 nelayan tidak dapat melaut akibat tercemarnya wilayah tangkap yang terjadi pada 2014.
Selanjutnya reklamasi dan pembangunan Center Poin of Indonesia (CPI) di Kelurahan Mariso, Lette, Panambungan, Tamalate, Kecamatan Mariso, Tamalate, Kota Makassar. Imbasnya 964 nelayan kehilangan pekerjaan, 43 Kepala Keluarga nelayan digusur pada 2015-2016.
Krisis air bersih bagi masyarakat di Kelurahan Cambayya, Camba, Berua, Tallo, Buloa, Bangkala, Kecamatan Ujungtanah dan Kecamatan Tallo. Imbasnya 870 perempuan sulit mengakses air bersih 2015-2016.
“Beberapa kasus lainnya disejumlah daerah, bila dihitung total masyarakat yang terdampak kerusakan lingkungan sebanyak 6.188 orang, yakni 1.007 nelayan, 5.161 petani dan masyarakat adat sedangkan meninggal satu orang,” ungkapnya.
Untuk itu Walhi Sulsel merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi untuk melakukan moratorium pertambangan di kawasan karst, reklamasi di pesisir Sulsel serta Pemkot Makasar dan Pemrov Sulsel pemberikan akses bersih kepada masyarakat.
“Kami mendesakan Pemerintah Sulsel untuk melakukan penegakan hukum lingkungan terhadap pelaku pengrusakan lingkungan serta mendesak menyelamatkan warga Sulsel dari kerusakan lingkungan,” tegasnya.
(Prw/Ardan)