TAHUN 2017 banyak sesuatu yang baru. Belum terlalu lama harga cabai tembus harga di atas 100 ribu/kg. Bulan Maret dikejutkan oleh diberlakukannya cabut subsidi listrik 900 VA, katanya bagi kalangan mampu.
Menjadi persoalan, apa indikator masyarakat di katakan mampu? Seiring dengan inflasi yang terus berangkak naik, maka ketidakmampuan ekonomi masyarakat mulai dirasakan.
Berangkat dari realitas, dikagetkan biaya atas perubahan listrik yang digunakan. Tanggal 19 bulan Maret tahun 2017, listrik dengan voltase 900 diisi 50 ribu rupiah, namun tanggal 26 Maret 2017 sudah ada peringatan atas listrik yang sudah mulai mendekati habis alias alarm sudah berbunyi.
Biasanya 50 ribu bisa sampai 2 minggu, saat subsidi dicabut hanya mencukupi 7 hari. Atau 100 ribu rupiah per bulannya. Jadi masyarakat harus menyisihkan uang listrik Rp. 200.000/bulannya. Berbekal alarm tersebut, berupaya crosscek kepada penjual sekaligus membeli kembali, ternyata sama, dapatnya 44,80 kWH dalam setiap isi ulang 50 ribu rupiah.
Artinya kekhawatiran salah isi terjawab, dimana harga listriklah yang naik. Lebih lanjut, keinginan tahu mendalam, upaya dilakukan dengan browsing google terkait dengan tarif listrik, ternyata betul, bahwa tarif listrik naik. Perbincangan tentang kebijakan pemerintah mencabut subsidi listrik memang sudah diawali jauh hari.
Namun dampak riil yang diterima masyarakat baru dirasakan. Mengutip harian pikiran rakyat disebutkan bahwa mulai Januari 2017, PT PLN (Persero) menaikkan tarif listrik bagi pelanggan 900 volta amper (VA) yang dinilai tidak layak menikmati subsidi.
Kebijakan tersebut tidak diiringi oleh pilihan-pilihan bagi pengguna baru listrik baik berbasis pulsa atau meter atau istilah pra bayar dan pasca bayar. Ketersediaan pengguna baru adalah minimal 900 VA, dan kategori pulsa. Kenaikan tarif listrik dikenakan secara bertahap, dimana akan mengalami kenaikan dari Rp 605 menjadi Rp. 791 per Januari 2017, Rp 1.034 mulai 1 Maret 2017, dan Rp 1.352/kwh per 1 Mei 2017 dan per 1 Juli 2017 akan mengikuti tarif golongan 12 sebesar 1.467,28/kWH.
Dasar PLN melakukan â€tariff adjustment†adalah atas 3 indikator; kurs, harga minyak dan inflasi. Kategori mampu dalam pengguna listrik 900 VA ditekankan oleh DPR harus didasarkan pada data yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan, karena secara teknis membutuhkan pemilahan yang cermat antar golongan yang mampu dan tidak mampu.
Ada baiknya pemerintah merumuskan dan memvalidasi kembali data yang ada. Kenaikan tarif listrik akan menambah komponen pengeluaran masyarakat dan dalam tahap tertentu sangat mungkin menambah jumlah masyarakat miskin. Persoalan yang terjadi di lapangan, bahwa tidak ada pilihan bagi masyarakat untuk memilih menggunakan kategori 900VA, dah bahkan meskipun pengguna berharap 450 VA itu sudah tidak tersedia.
Bagaimana tidak terasa, pendapatan yang tidak bertambah, tetapi harga-harga yang terjadi terus meningkat. Apalagi sejumlah rupiah yang diberikan pulsa listrik, tidak semuanya bisa mendapatkan kWH utuh. Artinya terdapat biaya administrasi yang harus dibayar oleh pengguna listrik. Pembelian pulsa listrik listrik Rp 50.000 harusnya mendapatkan 48,4 kWH.
Namun hanya mendapatkan 44,8 kWH. Harga tersebut harus dibayar oleh pengguna listrik seharga Rp.52.000,- sesuai keuntungan yang diambil oleh penjual pulsa. Berapa yang di dapat saat pengguna listrik hanya mampu membeli Rp.20.000,-,? Hal itu riil yang terjadi di masyarakat. Dalam status rumah, memang terlihat mencukupi, berbahan tembok, porselin, yang dalam catatan BPS masuk kategori mampu.
Namun pendapatan pas-pasan. Dinamika yang terjadi ini adalah riil adanya. Bahkan penjual pulsapun mengeluh karena dapat pertanyaan yang sama dari pelanggannya. Sebagai ungkapannya “kepada siapa hal ini akan mengadu?†artinya masyarakat sebagai objek kebijakan tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan keluhannya kepada pemangku kebijakan.
Apa yang terjadi pada bulan Juli 2017, saat per kWH mencapai harga 1.467,28? Naiknya tarif listrik 900 VA maka berdampak semakin meningkatnya harga di masyarakat. Artinya inflasi akan terus meningkat. Jika terus meningkat maka listrik juga akan terus meningkat. Keduanya terus berkejaran. Meningkatnya harga cabe membuat inflasi tidak bisa dikendalikan.
Baru mulai turun harga cabai, harga listrik naik karena dicabutnya subsidi listrik. Hasil polling liputan 6 menunjukkan 72% responden menunjukkan kemarahannya. Pasalnya kenaikan tersebut dari sebelumnya Rp. 605, pada bulan Maret 2017 ini meningkat menjadi Rp. 1.034 artinya meningkat sebesar 70.9 persen.
Dan pada bulan Juli 2017 nanti meningkat menjadi RP. 1.467,28 sehingga meningkat 132,65 persen. Kenaikan yang luar biasa. Sementara pendapatan masyarakat tidak meningkat. Dampak lain dari dicabutnya subsidi listrik adalah ketidakmampuan ekonomi masyarakat meningkat, tak ayal hal tersebut membuat tingkat kriminalitas juga meningkat, hidup tidak aman baik di rumah maupun di jalan, banyak penipuan disana sini.
Oleh Binti Nur Asiyah, dosen di IAIN Tulungagung. Tulisan ini sempat juga diposting di Kompasiana