Artikel ini ditulis Arief Gunawan (AG), mantan wartawan.
Di KALANGAN tokoh pergerakan kemerdekaan dulu ada tradisi dan fatsun saling menjaga kesopanan dalam tata pergaulan di antara kawan seperjuangan.
Bahkan ada di antaranya yang menuliskan festchrifft (buku peringatan) yang berisi kenang-kenangan mengenai kesan baik tentang kawan seperjuangan itu.
Rizal Ramli sebagai tokoh pergerakan dan intelektual tampaknya menjaga benar tradisi dan fatsun yang baik itu.
Meski tak sempat hadir saat peresmian Masjid At Taufiq yang dilakukan berbarengan dengan khaul ke-9 mendiang Taufiq Kiemas, di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022) kemarin, ia memerlukan diri untuk menulis penghormatannya kepada mendiang Taufiq Kiemas sebagai kawan seperjuangan di masa Orde Baru dalam melawan otoritarianisme dan KKN Soeharto.
Di akun twitter-nya ia menulis:
“Selamat atas peresmian Masjid At Taufiq, untuk mengenang Bang Taufiq Kiemas. Bang Taufiq sahabat dekat. Teman seperjuangan di zaman Orde Baru. Al Fatihah untuk Bang Taufiq,” tulis Rizal Ramli.
Ucapan ini disampaikannya karena terdorong oleh banyaknya kenangan baik selama bersahabat dengan suami Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri itu.
Suatu hari beberapa tahun sebelum wafat Taufiq Kiemas misalnya pernah mengatakan dirinya dan Rizal Ramli sama-sama sudah memiliki brevet.
Brevet dalam pengertian umum adalah pangkat kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang lulus dalam suatu perjuangan.
Tapi brevet yang dimaksud oleh Taufiq Kiemas: dia dan Rizal Ramli pernah sama-sama dipenjarakan oleh rezim Orde Baru. Karena melawan otoritarianisme dan KKN Soeharto.
“Bang Taufiq bilang ke saya, Rizal kamu pernah masuk penjara. Saya juga pernah. Sama-sama waktu zaman Soeharto. Jadi kita sudah punya brevet. Brevet kaya terjun payung, gitu lah kira-kira kalau di tentara. Nah, kita sesama yang punya brevet harus saling tolong dan melindungi,” kata Rizal Ramli mengutip kembali ucapan mendiang Taufiq Kiemas yang dianggap sudah seperti abang kandung sendiri itu.
Ucapan ini disampaikan Taufiq Kiemas saat bertemu Rizal Ramli di Gedung MPR RI, Senayan. Bang Taufiq kala itu menjabat Ketua MPR RI.
Tentang lembaga yang dipimpinnya ini Bang Taufiq bahkan melontarkan guyon kepada Rizal Ramli.
Katanya, MPR itu seperti syair lagu terkenal masyarakat Betawi, Si Jali-Jali, Pohonnya Tinggi Buahnya Jarang.
Entah apa maksudnya, tapi tentu candaannya itu punya makna. Yang jelas Bang Taufiq dan Rizal Ramli memang sama-sama tokoh yang suka humor, karena pergaulan mereka yang luas dan pembawaan diri mereka yang mudah bergaul.
Kedekatan Rizal Ramli dengan Taufiq Kiemas menyimpan banyak kenangan. Kedua tokoh ini pernah pula bersama-sama menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci sekitar awal tahun 2000.
Bang Taufiq juga seringkali meminta pendapat Rizal Ramli mengenai berbagai persoalan ekonomi saat itu.
Pandangan-pandangan ekonomi Rizal Ramli yang memihak kepada kepentingan wong cilik sudah sangat dikenal oleh Taufiq Kiemas, selain karena keberanian, sikap kritis, dan solusi yang diberikan Rizal Ramli terhadap setiap persoalan yang muncul.
Sebagai ekonom senior yang memahami politik Taufiq Kiemas kerap pula berdiskusi dengan Rizal Ramli. Keduanya merupakan partner ngobrol yang mengasyikkan.
“Bang Taufiq itu orangnya asyik banget, dan sekali berteman baginya teman selamanya. Walaupun kadang berbeda pandangan,” ujar Rizal Ramli.
Kalau ingin santai mengobrol Taufiq Kiemas dan Megawati dulu sering mengajak Rizal Ramli makan siang bersama di restoran Jepang.
“Mbak Mega kan senangnya restoran Jepang. Waktu itu Bang Taufiq masih punya pompa bensin dan Mbak Mega punya toko bunga. Jadi kita sering ketemuan jauh sebelum kejatuhan Soeharto,” kata Rizal Ramli lagi.
Menjelang kejatuhan Soeharto, lanjut Rizal Ramli, ia mengajak Megawati untuk berjuang bersama.
“Saya mengatakan kita yang sipil-sipil harus bersatu untuk mendorong perubahan. Kami pernah berdiskusi sampai tujuh jam lebih. Waktu itu saya ditemani Arif Aryman dan Laksamana Sukardi, mendorong proses perubahan itu,” ujar Rizal Ramli.
Ketika Rizal Ramli berkantor di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, sebagai pimpinan lembaga think-thank ekonomi Econit, Taufiq Kiemas seringkali mampir sambil membawa teman-teman politisi dari PDIP.
“Kadang-kadang dia juga mengajak beberapa menteri dari kabinet Mbak Mega, untuk berdiskusi dan konsultasi. Jadi persahabatan kami tuh sudah lama dan dalam sekali,” ujarnya.
Jauh sebelumnya pada saat Soeharto masih sangat berkuasa pertemuan tak jarang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
“Kadang-kadang kan kita emang badung juga, kalau ketemu kadang-kadang sembunyi-sembunyi, di pompa bensin Bang Taufiq di Tebet. Bang Taufiq doyannya memang diskusi, sampai malam-malam. Kadang-kadang sampai begadang,” kenang Rizal Ramli.
Satu hal lagi yang membekaskan kenangan di layar ingatan Rizal Ramli, Bang Taufiq adalah sosok yang supel dan humble.
“Bang Taufiq orangnya cair. Sikap politiknya merangkul semua orang, mau berteman dengan semua orang. Dia buka akses kepada siapapun, termasuk kepada lawan. Sebagai politisi sikap seperti ini merupakan kunci penting,” tandas Rizal Ramli.
Persahabatan kedua tokoh pergerakan ini ternyata juga terikat oleh rasa persaudaraan.
Bang Taufiq sebagai tokoh yang lebih senior rupanya sudah menganggap Rizal Ramli seperti adik di dalam keluarganya sendiri. Sehingga suatu hari Bang Taufiq pernah menyampaikan amanat kepada Rizal Ramli agar menjaga putri semata wayangnya, yaitu Puan Maharani.
“Rizal, Abang titip Puan,” katanya. Kala itu Puan Maharani belum terjun di lapangan politik.
Tatkala Puan menjadi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di kabinet Jokowi, dan Rizal Ramli menjadi Menko Maritim dan Sumber Daya, Puan Maharani menyampaikan kepada Rizal Rizal Ramli bahwa sang ayah pernah berpesan kepadanya kalau menghadapi suatu kesulitan supaya datang ke Rizal Ramli.
“Puan, kamu kalau ada kesulitan, ada macam-macam persoalan, kamu datengin Om Rizal. Dia itu orang badung, orang berani. Tapi sekali berteman dia teman.” kata Puan menceritakan kembali pesan mendiang ayahnya kepada Rizal Ramli dengan mata berkaca-kaca.
Waktu itu Rizal Ramli merasa sangat terharu, dan kepada Puan ia berkata:
“Saya memang dititipin amanat seperti itu oleh bapak kamu. Kalau ada apa-apa ingat Puan,” kata Rizal Ramli.
Rekam jejak Rizal Ramli sebagai tokoh pergerakan yang pernah menjadi “alumni universitas tahanan Soeharto” di Penjara Sukamiskin, rupanya merupakan catatan tersendiri bagi Taufiq Kiemas. Sebagai sesama sahabat mereka saling mengapresiasi dan memahami karakter masing-masing.
“Waktu itu saya sering kritik PDIP. Partai wong cilik kok seperti partai wong licik. Lalu Taufiq Kiemas bilang, teman-teman PDIP kamu jangan serang Rizal Ramli. Karena dia sudah punya brevet berjuang sejak muda untuk bangsa dan negara,” ujar Rizal Ramli mengutip kembali ucapan Taufiq Kiemas.
Bona memorias continent sapientiam, kenangan baik mengandung hikmah, kata pepatah Latin.
Demikianlah sepenggal kisah kenangan persahabatan Dr Rizal Ramli dengan mendiang Taufiq Kiemas yang menggambarkan adanya tradisi dan fatsun yang baik.
Mereka saling menjaga decency (kesopanan) dan sikap saling terbuka di dalam tata pergaulan.
Suatu sikap yang kini semakin pudar, meredup ditiup angin zaman.
[***]