KedaiPena.Com – Keberadaan habitat Penyu di pesisir pantai Barat Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Tapanuli Tengah telah diketahui berlangsung lama.
Terdapat 3 kecamatan di Kabupaten tersebut menjadi lokasi bertelur hewan yang kini semakin dekat dengan kepunahan ini. Yakni di Kecamatan Tapian Nauli, Kecamatan Sorkam dan Kecamatan Barus.
“Di tiga Kecamatan tersebut sebelumnya banyak ditemukan Penyu hidup bebas di alam, pada umumnya di pesisir pantai,†ujar Kepala Seksi Konservasi dan Pulau–Pulau Kecil, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapteng kepada wartawan belum lama ini.
Sayangnya, kepemilikan data, sistem pengawasan dan perlindungan terhadap Penyu dan telur-telurnya belum dimiliki oleh daerah ini. Akibatnya, perburuan telur Penyu untuk diperdagangkan masih terus berlangsung.
“Sebagian yang melakukannya bukan masyarakat daerah itu melainkan masyarakat dari luar, sementara pengawasan sangat minim, karena lokasi pengambilan telur-telur itu jauh dari pemukiman,†kata Edward.
Terpisah, staff Konservasi dan Pulau–Pulau Kecil, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapteng, Rapson Purba mengakui, pihaknya memang tidak memiliki data terkait Penyu. Data yang dimiliki, hanya menyangkut jenis-jenis Penyu saja.
“Data kabupaten kita tidak ada. Ya cuma data jenisnya saja, ada Penyu Sisik dan Penyu Belimbing, diprediksi Penyu Lekang juga ada,†ujar Rapson.
Soal keberadaan Penyu Hijau, Rapson mengungkapkan bahwa di kawasan perairan Tapteng Penyu langka ini pernah ia ditemukan. Meski hanya terlihat sekilas saat dirinya melakukan penyelaman di kawasan Terumbu Karang beberapa tahun lalu.
“Kemungkinannya ada Penyu Hijau, pernah nyelam dan melihat Penyu itu di Terumbu Karang, tapi kita gak tau apa masih ada atau tidak, apalagi penangkapan kan sering terjadi,†kata Rapson.
Rapson mengakui, penurunan populasi Penyu di Kabupaten Tapteng memang terjadi. Penurunan itu berbanding lurus dengan penurunan populasi Penyu secara Nasional, yang mencapai angka 30 persen.
“Secara nasional penurunan populasi Penyu mencapai 30 persen. Umumnya, ancaman semakin meningkat jika perdagangan Telur Penyu semakin tinggi. Pembantaian Penyu serta reklamasi pantai juga ancaman peneluran Penyu. Karena sifat penyu disebut eprinting pantai artinya dimana dia menetas, suatu saat yang lama akan bertelur di pantai yang sama,†katanya.
Disinggung lebih jauh apakah memang tidak pernah dilakukan pendataan Penyu selama ini di Kabupaten Tapteng, Rapson tak menampiknya. Menurut ia, pendataan memang membutuhkan dana yang besar dan jangka waktu yang panjang.
“Belum ada (pendataan-red). Pendataan membutuhkan waktu yang panjang dengan metode survey. Kalau dengan taging, biayanya mahal tak ada yang murah,†kata dia.
Ia menambahkan, yang dapat dilakukan pihaknya selama ini hanyalah beberapa program pelibatan masyarakat. Yakni upaya penyadaran, sosialisasi dan pembangunan penangkaran Penyu.
Soal pendataan itu Rapson mengaku memang sangat dibutuhkan. Data-data Penyu, lanjut ia, akan menjadi acuan tidak saja soal jenis dominan dan lokasi detail bertelurnya Penyu. Tapi, juga sebagai dasar pembuatan regulasi berbentuk Perda Konservasi menyangkut Penyu.
“Data itu penting, pastinya pemeritah Kabupaten punya data tentang jenis apa yang dominan di kabupaten, serta tempat-tempat bertelurnya Penyu. Sehingga alas dasar pemerintah untuk membuat perda Konservasi Penyu,†katanya.
Penelusuran KedaiPena.Com, populasi Penyu di Kabupaten Tapteng memang terus terancam akibat aktifitas manusia yang tak terkendali. Seorang Nelayan Bagan di salah satu Kecamatan pernah mengaku menangkap Penyu yang terjerat di jaring Bagan milikinya. Nelayan tersebut mengaku berhasil menjual Penyu itu seharga Rp9 juta.
Tak hanya itu, perdagangan Telur Penyu juga masih terus terjadi, bahkan secara terbuka. Misalnya saja yang dapat dilihat secara terang-terangan di Jalan Albertus Kota Sibolga. Puluhan telur Penyu yang diduga berasal dari kawasan pesisir Kabupaten Tapteng hampir setiap malam diperdagangkan.
Laporan: Dom