KedaiPena.Com – Kehadiran Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ke PBNU hanyalah sekedar upaya mencari suaka politik agar tidak dicopot oleh Presiden Jokowi. Hal tersebut lantaran jika permintaan maaf terkait permasalahan kamus Sejarah Indonesia tidak dilanjutkan dan dibarengi dengan evaluasi total.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Lukman Hakim saat menanggapi silaturrahim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ke (PBNU) sekaligus memberikan klarifikasi dan minta maaf mengenai permasalahan Kamus Sejarah Indonesia.
Kamus Sejarah Indonesia sendiri menjadi kontroversial karena tidak mencantumkan Ulama Besar Pendiri NU KH. Hasyim Asyari dan Presiden KH. Abdurrahman Wahid dalam sejarah pendirian dan pembentukan karakter bangsa Indonesia.
“Jika tidak dilanjutkan evaluasi total seluruh dokumen sejarah yang telah diterbitkan oleh negara serta meluruskannya dengan menggandeng pihak yang berkompeten termasuk PBNU, bagi saya kehadiran Nadiem Makarim ke PBNU hanyalah sekedar upaya mencari suaka politik agar tidak dicopot oleh Presiden Jokowi,” kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat, (23/4/2021).
Lukman Hakim juga meminta, kepada Presiden Jokowi agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Kemendikbud sehingga dapat dibersihkan dari kekuatan yang ingin memecah belah bangsa.
“Harus ditemukan pihak-pihak yang secara sengaja dan sistematis melakukan manipulasi dengan menghilangkan peran ulama dan organisasi Islam dalam sejarah bangsa. Tak peduli siapapun yang melakukan dan kapan dilakukannya,” papar Lukman.
Selain itu, Lukman berharap, kepada pemerintah, agar menjadikan kasus manipulasi Kamus Sejarah Indonesia yang terjadi ini sebagai momentum untuk meninjau ulang seluruh dokumen sejarah perjalanan bangsa.
“Proyek pelurusan sejarah ini akan menjadi salah satu legacy mulia dan berharga dari Presiden Jokowi jika dilakukan dengan sungguh-sungguh,” tegas dia.
Ia mengungkapkan sebagai bagian dari keluarga besar NU, klarifikasi dan permintaan maaf yang dilakukan Mendikbud Nadiem Makarim kepada PBNU terkait masalah kamus sejarah ini belum cukup melegakan.
“Kenapa? Kami, keluarga besar NU selama ini sering menjadi korban dari penyusunan sejarah yang manipulatif, tidak jujur dan selalu peran ulama dan organisasi NU. Saya (dan juga keluarga besar NU) khawatir dalam penulisan Kamus Sejarah Indonesia masih akan merugikan umat Islam, khususnya NU,” ungkap dia.
“Mau bukti?, Resolusi Jihad NU tanggal 22 Oktober 1945 yang berisi fatwa bahwa hukumnya wajib bagi setiap orang Islam berjuang mempertahankan kemerdekaan melawan penjajah yang kembali datang, selama disembunyikan dari dokumen sejarah,” tambah dia.
Padahal, tegas dia, Resolusi Jihad NU 22 Oktober 1945 inilah awal mula adanya pertempuran Surabaya yang melahirkan hari Pahlawan 10 November. Tidak akan ada hari Pahlawan 10 November jika tidak ada Resolusi Jidah NU 22 Oktoter.
“Negara akhirnya mengakui sejarah Resolusi Jihad NU 22 Oktober setelah PKB sebagai kekuatan politik NU menjadi bagian penting dari kekuasaan pemerintahan Presiden Jokowi melakukan berbagi langkah meluruskan sejarah pertempuran Surabaya,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh