KedaiPena.com – Menanggapi kemelut dari industri tekstil Indonesia, khususnya PT Sritex, Anggota Komisi VII DPR RI, Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono menyatakan Pemerintah perlu mendalami akar permasalahan. Sehingga bisa menyelesaikan permasalahan secara tuntas.
“Seperti diketahui, sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Tetapi saat ini masyarakat sudah memandang kebutuhan sandang sudah bukan kebutuhan pokok lagi, Karena saat ini mereka masih menggunakan pakaian lama yang masih bisa digunakan untuk sehari hari. Mereka lebih mengutamakan kebutuhan pokok lainnya yang lebih penting menurut mereka, seperti pangan, energi (listrik, gas, BBM), air, kesehatan dan pendidikan, yang saat ini, semua biaya kebutuhan tersebut mengalami kenaikan tajam yang sangat signifikan dan sangat membebani masyarakat. Sehingga daya beli masyarakat untuk sandang menurun tajam bahkan hampir mendekati tidak ada,” kata Bambang Haryo, Sabtu (2/11/2024).
Penurunan daya beli ini, menurut Bambang Haryo, tak hanya berdampak pada produk sandang dalam negeri tapi juga pada produk sandang impor. Sebagai bukti, beberapa titik penjualan barang impor pun mengalami penurunan sangat tajam. Misalnya gerai barang impor yang ada di banyak Mall termasuk Pasar- pasar grosir misalnya Mangga Dua dan ITC, yang juga menjual barang barang impor, menglami penurunan drastis bahkan melebihi 50 persen dan mengakibatkan sebagian besar outletnya tutup.
“Inilah penyebab utama dari hancurnya industri sandang kita. Padahal di tahun 2010 hingga tahun 2014, industri sandang di Indonesia yang jumlahnya sekitar 2.300 semuanya masih eksis, termasuk PT Industri Sandang Nusantara yang juga masih eksis pada saat itu. Walaupun produk tekstil maupun pakaian impor sangat melimpah di pasaran, dan bahkan outlet di Mangga Dua saat itu masih 100 persen beroperasi dan pengunjungnya melimpah,Ini menunjukkan daya beli masyarakat saat itu masih sangat tinggi, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang konsumtif,” ungkapnya.
Dan bahkan Pasar Senen dan Pasar Minggu Pagi di Jalan Pahlawan Surabaya yang menjual barang bekas dari luar negeri pun, pada saat itu pembelinya melimpah ruah,Tetapi saat ini pembelinya sangat menurun tajam.
Jadi, lanjutnya, industri sandang Indonesia yang mengalami penyusutan drastis penjualannya, bukan sepenuhnya akibat dari industri tekstil impor. Tetapi lebih dikarenakan daya beli masyarakat yang menurun tajam akibat banyaknya kebutuhan pokok lainnya yang lebih mengalami kenaikan harga dengan tajam.
“Sehingga walaupun industri tekstil dalam negeri nantinya di-support dengan insentif-insentif yang sangat besar tetapi tetap saja masyarakat tidak mempunyai daya beli yang cukup untuk membeli tekstil atau pakaian di saat ini,” ungkapnya lagi.
Apalagi semua industri sandang dalam negeri, masih membutuhkan bahan baku sebesar 85 persen impor dari Cina. Di sisi lainnya, ada keinginan untuk menghapus Permendag 8 tahun 2024, padahal industri tekstil di Indonesia sendiri masih membutuhkan bahan baku sebagian besar dari Cina.
“Ya seharusnya pelaku industri tekstil juga bisa menurunkan kebutuhan bahan bakunya yang dari Cina. Sudah seharusnya berinovasi untuk bisa mendapatkan bahan baku yang berasal dari Indonesia. Agar kita dapat betul betul mendapatkan produksi dalam negeri kita yang TKDN nya sebagian besar dari dalam negeri. Sehingga apabila Pemerintah mendorong masyarakat untuk cinta produk Indonesia dengan slogan “Aku Cinta Produk Indonesia. Apabila kita sudah betul betul mandiri, di produk tekstil dalam negeri kita, tak tertutup kemungkinan Permendag 8/2024 itu bisa dihapus,” kata Bambang Haryo.
Jika ingin membenahi iklim industri tekstil dalam negeri, maka pemerintah perlu menyusun suatu sistem yang memungkinkan harga kebutuhan pokok menurun. Seperti kebutuhan pokok pangan, energi, yang saat ini harganya masih terlalu tinggi di Indonesia. Juga harga air bersih di Indonesia masih sangat tinggi, padahal harusnya harga air bersih di Indonesia bisa memdekati gratis karena kita termasuk negara yang memiliki sunber daya air no 5 terbesar di dunia.
Juga untuk sektor kesehatan harusnya sudah mendekati gratis yang saat ini sangat membebani masyarakat karena mahalnya BPJS, seharusnya seperti Malaysia biaya rumah sakit hanya 1 ringgit dan bahkan di timor leste kesehatan gratis, juga pendidikan di beberapa negara asia tenggara sudah menggratiskan pendidikan sampai dengan tingkat sekolah lanjutan atas.
“Jika memang pemerintah fokus menurunkan semua biaya kebutuhan pokok masyarakat secara keseluruhan dapat dipastikan masyarakat akan memiliki dana lebih untuk disalurkan guna membeli sandang dan menabung. Sehingga, industri tekstil bisa kembali bertumbuh dan meningkat pesat seperti yang di harapkan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa