KedaiPena.com – Penetapan UU Ibu Kota Negara (IKN) baru pada Masa Persidangan III tahun sidang 2021-2022, Selasa (18/1/2022) mengundang rangkaian tanggapan kontra. Mayoritas, tanggapan tersebut mengacu pada aspek legitimasi dan keterlibatan publik.
Salah satu yang mengajukan tanggapan kontra adalah Direktur IRESS, Marwan Batubara, yang mempertanyakan proses pembahasan dan motif pembuatan UU IKN.
“Mana ada ceritanya pembahasan bikin UU selesai 43 hari? Kalau niatnya baik untuk negara dan rakyat mestinya membahasnya secara terbuka. Maka sudah sangat layak motif mereka menyusun UU ini wajib kita permasalahkan,” kata Marwan dalam diskusi virtual UU IKN (Ibu Kota Negara): Benarkah Berpotensi Inkonstitusional? yang diselenggarakan oleh KAMMI, Kamis (10/2/2022).
Karena itu, ia yang juga merupakan Sekretaris PNKN melakukan gugatan UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Gugatan ke MK itu ada pemohonan uji formil dan uji materil. Kita ajukan uji formil waktu kita terbatas 60 hari setelah diundangkan. Dalam gugatan (PNKN) kita tanggal 2 Februari 2022 kita gugat karena minimnya partisipasi publik. Dari 28 tahapan agenda pembahasan, RUU IKN hanya 7 data yang dapat diakses. Sedangkan sisanya 21 data tidak dapat diakses publik. Artinya partisipasi masyarakat sangat minim,” paparnya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota DPR RI/ Pansus RUU IKN, Suryadi Jaya Purnama yang menjelaskan alasan Fraksi PKS menolak RUU IKN adalah karena pertimbangan aspek legitimasi, legalitas dan subtansi dalam penetapan IKN.
“Kami dari Fraksi PKS menolak RUU IKN dengan berbagai pertimbangan. Pertama aspek legitimasi, ketika ibu kota ini mau kita pindah harus mendapatkan dukungan luas dari masyarakat. Maka perlu mekanisme memperkuat legitimasi ini dan ini tidak dilakukan oleh pemerintah,” kata Suryadi.
Aspek kedua, lanjutnya, adalah legalitas. Yang dalam konteks RUU IKN ini ditemukan beberapa catatan terkait cacat formil.
“Dari muatan RUU 44 pasal 11 BAB terdapat 277 yang masalah. Dan pada sore menjelang hari terakhir, kami baru menyelesaikan 35 DIM (Daftar Inventaris Masalah) dari total 277. Dan harus diselesaikan, dikebut waktu yang singkat,” paparnya.
Dan aspek ketiga adalah aspek materil atau subtansi. Yang berkaitan dengan latar belakang pemindahan serta kriteria dan standar ibu kota baru.
“Harus ada standar yang legal. Setiap kebijakan negara harus menjadi solusi atas problem. Logika ini tidak ditemukan dalam pemindahan ibu kota,” tandasnya.
Sebagai pamungkas, Ketua Bidang Kebijakan Publik PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ammar Multazim menambahkan KAMMI akan melakukan konsolidasi nasional untuk menyikapi isu-isu publik yang merugikan bangsa dan negara.
“KAMMI sebagai gerakan ekstra parlementer, akan terus mengingatkan pemerintah demi perbaikan dan kebaikan bangsa indonesia ke depan. Untuk menyikapi isu-isu nasional bangsa ini termasuk potensi inkonstitusionalnya UU IKN, KAMMI akan lakukan Konsolidasi Nasional,” pungkas Ammar.
Laporan: Natasha