Oleh: Politikus Hanura Inas Nasrullah Zubir
BEREDAR video di youtube tentang klarifikasi MRS mengenai Megamendung, Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 30,91 hektar, yang dikuasai oleh Pondok Pesantren Agrokultur Markaz Syariah, pimpinan MRS sejak tahun 2013 tanpa izin dan persetujuan dari PT Perkebunan Nusantara VIII.
Dalam video tersebut, MRS mengakui bahwa tanah yang dikuasai-nya adalah tanah HGU PT. Perkebunan Nusantara VIII ditelantarkan, dimana kemudian menurut MRS, tanah tersebut digarap oleh petani sekitar-nya.
MRS berdalih bahwa HGU yang ditelantarkan otomatis dicabut dan selanjutnya tanah HGU tersebut menjadi milik masyarakat sekitarnya, sehingga syah-syah saja ketika kemudian MRS membeli tanah tersebut walaupun tidak memiliki hak seperti yang ditentukan dalam UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Selain itu juga, MRS mengatakan bahwa tanah yang ditelantarkan menjadi hak masyarakat sekitarnya untuk menggarap dan setelah 20 puluh tahun lebih dapat disertifikatkan. Pendapat MRS ini sangat sesat dan juga bernuansa hasutan kepada masyarakat untuk mengambil alih tanah-tanah yang menganggur dimanapun.
Berdasarkan UU No. 5/1960, pasal 28, ayat 1, yakni HGU atau Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Karena pemilik tanah-nya adalah Negara dan apabila HGU tersebut dihapus maka tanah tersebut kembali kepada Negara sesuai PP No. 40/1996, tentang HGU, HGB dan HGP, pasal 17, ayat 2, yakni Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanahnya menjadi Tanah Negara.
Sedangkan yang dapat menyebabkan HGU dihapus, tercantum dalam UU No. 5/1960, pasal 34:
a. jangka waktunya berakhir;
b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
d. dicabut untuk kepentingan umum;
e. diterlantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. ketentuan dalam pasal 30 ayat (2).
Tindakan MRS diatas yang membeli tanah dari petani atau masyarakat yang tidak memiliki hak atas tanah lalu kemudian MRS menguasai tanah tersebut, adalah perbuatan yang melanggar KUHP Buku II Bab XXV, pasal 385 yang terdiri dari 6 ayat, yakni perbuatan curang seperti penyerobotan tanah yang dapat diancam dengan hukuman pidana penjara maksimal empat tahun.
Lalu, apakah betul pendapat MRS bahwa dalam UU No. 5/1960, menentukan bahwa apabila tanah yang telah dikuasai selama 20 tahun lebih, kemudian dapat disertifikatkan? Pendapat MRS ini sesat karena dalam UU No. 5/1960 tidak ada satupun pasal yang berisi klausul seperti itu.
Mungkin yang dimaksud MRS adalah PP No. 24/1997 tentang pendaftaran tanah, pasal 24, tapi ketentuan ini bukan mengenai tanah yang dikuasai selama 20 tahun begitu saja tanpa dasar-dasar yang jelas.
PP No. 24/1997 pasal 24 berisi tentang pembuktian hak lama atas tanah, seperti hak eigendom, hak milik swapraja, SHM Permen Agraria No. 9 tahun 1959, petuk, landrente, girik, pipil, kekitir, veeponding dll hak lama yang tidak tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian-nya, maka pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pedahulu-pendahulunya.
Jadi cukup jelas bahwa penguasaan tanah di Megamendung oleh MRS tidak memiliki landasan hukum yang benar, malahan bertentangan dengan KUHP, sehingga mau tidak mau maka MRS harus menyerahkan lahan di Megamendung tersebut kepada PT Perkebunan Nusantara VIII.