KedaiPena.Com- Wakil Ketua Umum Partai Hanura Hengki Irawan tak berharap pihak-pihak yang mencoba mencederai demokrasi saat ini akan sadar dengan pidato bertema suara hati nurani yang disampaikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kemarin.
Hengki begitu sapaanya menegaskan bahwa kesadaran dari pihak-pihak yang mencederai demokrasi harus terbangun sendiri. Menurut Hengki kesadaran itu selayaknya hidayah yang menjadi hak prerogatif tuhan.
“Sadar itu dari dirinya sendiri. Seperti halnya hidayah menjadi hak prerogatif tuhan,” kata Hengki, Senin,(13/11/2023).
Meski demikian, Hengki menambahkan, demokrasi memiliki sebuah prasayarat yang harus dipenuhi yakni politik hati nurani rakyat, kebenaran, tanggung jawab, kredibilitas, integritas, kapabilitas, akseptabilitas, displin, jujur, amanah, cerdas dan tidak khianat.
“Politik berdasar hati nurani rakyat harus di jadikan pedoman, jaga konstitusi , kawal demokrasi dan laksana pemilu dengan jujur, adil, langsung, bebas dan rahasia.Artinya kepentingan rakyat, bangsa dan negara diatas kepentingan kelompok harus ditegakkan oleh semua,” beber Hengki.
Dengan demikian, Hengki berharap, pada Pemilu 2024 rakyat dapat cerdas memilih dan melihat lihat rekam jejak hingga membaca literasi informasi dan mendengarkan hati nurani. Hengki menegaskan, 5 menit memilih dalam Pemilu 2024 adalah keputusan untuk 5 tahun arah negeri ini.
“Politik hati nurani. Politik harus patuh pada moralitas dan kebenaran publik. Tegak lurus cita- cita nasional bangsa dan cita cita reformasi,” jelas Hengki.
Dalam kesempatan itu, Hengki juga menilai, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang melanggengkan Gibran Rakabuming Raka menjadi bacawapres Prabowo adalah sebuah pejalaran.
Hengki menekankan, MK sebagai lembaga penegak konstitusi jangan dikhianati untuk kepentingan sempit kelompok apalagi individu untuk tujuan kekuasaan.
“MKMK pada 7 November 2023, menyatakan bahwa proses persidangan Mahkamah Konstitusi ihwal Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diwarnai pelanggaran berat etik hakim. Apalagi MK adalah lembaga penyelesaian sengketa pemilu,” jelas Hengki.
Hengki tak menampik, politik memanipulasi putusan MK telah menyerempet bahaya atau yang bisa disebut vivere pericoloso. Pasalnya, kata Hengki, putusan MK tersebut telah mempermainkan konstitusi, etika dan moralitas yang harusnya ditempatkan diatas aturan hukum
“Harusnya menjunjung etika dan moral,” pungkas Hengki.
Laporan: Muhammad Lutfi