KedaiPena.Com – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak akan memilih opsi legislative review guna membatalkan dan mengubah Undang-Undang (UU) Omnibus Law nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) seperti yang banyak diusulkan oleh sejumlah pihak.
“PKS cenderung tidak memilih opsi legislative review. Sebab, legislative review adalah upaya untuk mengubah suatu undang-undang melalui DPR,” kata Politikus senior PKS Anis Byarwati dalam keterangan, Kamis, (5/11/2020).
Anis menjelaskan, legislative review adalah proses pengusulan undang-undang baru atau revisi undang-undang.
Hal itu, kata Anis, telah diatur di dalam UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan.
“Karena tidak berbeda dengan proses pembuatan undang-undang, maka legislative review undang-undang Cipta Kerja juga harus melalui 5 tahapan pembuatan undang-undang, yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan,” tegas Anggota Komisi XI DPR RI ini.
Dengan demikian, kata Anis, pemerintah dan DPR harus berkomunikasi jika memang ingin melakukan legislative review dengan mengajukan poin-poin revisi.
“Jika diterima DPR, Undang-undang Cipta Kerja akan kembali dibahas dalam rapat-rapat di DPR. Prosesnya seperti mulai dari awal lagi,” papar Anis.
Oleh karena itu, lanjut Anis, sikap politik PKS setelah UU cipta Kerja ini adalah mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat segera menerbitkan Perppu.
“Bahkan, harus tegas dikatakan bahwa saat ini sangat urgen menerbitkan Perppu karena telah terjadi situasi kegentingan yang memaksa seperti yang disebutkan dalam dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009,” tegas Anis.
Anis menegaskan,situasi kegentingan yang memaksa seperti yang disebutkan dalam dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009 adalah pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Dan kedua, tegas Anis, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang, tetapi tidak memadai.
“Ketiga, kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan,” papar Anis.
Jika melihat tiga kriteria diatas, ungkap Anis, maka syarat Perppu untuk diterbitkan membatalkan UU Cipta kerja oleh Presiden Jokowi sedianya sudah terpenuhi.
“Ditambah lagi, Undang-undang Cipta Kerja ini sudah diundangkan dan memiliki nomor registrasi di Lembaran Negara RI (LNRI) tahun 2020 dengan nomor 245. “Maka tidak ada yang menghalangi kewenangan Presiden untuk menerbitkan Perppu saat ini,” pungkas Anis.
Laporan: Muhammad Lutfi