KedaiPena.com – Terkait wacana pembatasan BBM Subsidi Pertalite untuk kendaraan bermotor, Pengamat Transportasi, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan pemerintah harus lakukan evaluasi dan pengawasan juga. Pembatasan pembelian BBM Subsidi saja dinyatakan tidak cukup, dalam rangka memastikan tepatnya sasaran subsidi energi. Pembatasan itu juga harus disertai dengan evaluasi prioritas peruntukan BBM Subsidi, evaluasi harga BBM Subsidi, dan pengawasan distribusi BBM Subsidi.
“Pembatasan yang dilakukan pemerintah tujuannya kan untuk penghematan anggaran subsidi. Itu benar. Tapi seharusnya pemerintah juga harus mengevaluasi terkait peruntukkannya dan juga harganya,” kata BHS, Jumat (6/9/2024).
Ia menekankan bahwa prioritas peruntukan BBM Subsidi itu, harusnya diutamakan untuk transportasi publik, baik logistik darat (truk) maupun angkutan penumpang massal seperti bus. Dan karena negara kita adalah negara maritim yang terdiri dari banyak pulau, maka prioritas BBM subsidi juga untuk transportasi laut baik penumpang maupun logisitik serta Angkutan Kereta Api.
“Diharapkan masyarakat bisa terdorong untuk menggunakan transportasi publik kalau tarifnya murah, karena harga BBM nya rendah. Dan ini tentu juga akan menurunkan harga produk industri bila transportasi logistiknya murah karena harga BBM rendah. Sehingga tentu akan berdampak terhadap harga jual, produk yang murah, dimana hal ini akan meningkatkan daya beli dan mengurangi beban masyarakat konsumen,” ungkapnya.
Prioritas peruntukan berikutnya, lanjut BHS, adalah untuk nelayan dan petani guna kebutuhan operasional mereka, seperti bahan bakar kapal nelayan dan bahan bakar untuk pompa pengairan sawah serta traktor bajak sawah bagi para petani. Diharapkan membawa dampak untuk swasembada pangan, dengan harga pangan yang murah. Dan bisa memunculkan multiplier ekonomi yang luas.
“Saat ini jumlah BBM Subsidi untuk Pertalite adalah sebesar 31,7 juta KL dan Solar sebesar 18.89 juta KL. Sebetulnya jumlah ini sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan transportasi publik dan logistik massal, baik darat, laut dan kereta api, serta kebutuhan nelayan dan petani yang hanya membutuhkan tidak lebih dari 20 persen dari total kuota subsidi Solar dan tidak lebih dari 10 persen total kuota subsidi Pertalite. Jadi sisa kuota liter BBM Subsidi untuk rakyat yang menggunakan kendaraan pribadi yang berjumlah sekitar 19.7 juta mobil, dan 120 juta motor yang ada di Indonesia masih sangat cukup, kalau BBM Subsidi tidak di salah gunakan untuk dialihkan ke sektor industri, dan terjadi indikasi kebocoran di pipa pipa kilang minyak yang begitu banyak terjadi di Indonesia,” ungkapnya.
“Seharusnya indikasi penyalahgunaan BBM Subsidi serta kebocoran harus diawasi dan ditindak langsung oleh Aparat Kepolisian, Kejaksaan dan bila perlu KPK. Karena BBM Subsidi dianggarkan dari dana APBN. Maka penyalahgunaan BBM Subsidi sama dengan manipulasi atau korupsi,” imbuhnya.
BHS juga menekankan harga BBM Subsidi Pertalite oktan 90 perlu dievaluasi dan dianalisa harganya. Karena bila kita bandingkan dengan harga BBM Petrol 97 non subsidi milik Malaysia, hanya sebesar 3.42 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp12.000. Sedangkan Pertalite harga subsidi sudah sebesar Rp10.000 . Padahal oktan kedua BBM tersebut terpaut 7 oktan, suatu perbandingan yang cukup besar. Bahkan diperkirakan bisa selisih di atas Rp3.500. Sehingga bisa diperkirakan harga BBM Subsidi pertalite dapat turun sekitar 25 – 30 persen dari harga yang sekarang. Kalau ini benar, maka pengurangan harga pertalite bisa dikonversikan ke jumlah kuota liter BBM Subsidi yang ada. Jadi yang tadinya kuota Pertalite sebesar 31 juta KL akan meningkat sekitar 7-8 juta KL menjadi sekitar 38 juta KL.
“Maka kewajiban Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan BBM Subsidi bagi masyarakat pengguna transportasi pribadi itu bisa terpenuhi dengan baik. Kewajiban Pemerintah itu dikarenakan transportasi publik di Indonesia masih belum bisa memberikan konektivitas inter moda dengan murah, cepat, aman, nyaman dan terjadwal. Dimana hal ini juga di alami di Malaysia dengan memberikan subsidi Bahan Bakar Ron 95 dengan harga yang sangat murah yaitu 2.05 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp6.900, untuk 17.2 juta kendaraan mobil dan 16.7 juta sepeda motor yang ada di Malaysia secara penuh. karena pemerintahnya merasa belum bisa menyediakan transportasi publik dari point to point secara maksimal,” tutup BHS.
Laporan: Ranny Supusepa